Page 66 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 16 AGUSTUS 2019
P. 66
pekerjaannya. Lebih-lebih kepada mereka yang terancam PHK saat perusahaan
melakukan efisiensi atau dalam kondisi bangkrut.
Soalnya, meski punya kewajiban menyediakan lapangan kerja, pemerintah tak bisa
menjamin masyarakat dapat bekerja dalam satu perusahaan terus menerus.
"Jadi kalau kita menerima fleksibilitas pasar, bukan berarti pemerintah tidak
melindungi warga negaranya. Saya sebagai pemerintah enggak bisa jamin Anda
bekerja dengan satu entitas bisnis tertentu terus-menerus sampai Anda mati.
Walaupun negara punya kewajiban, saya kira enggak bisa," kata dia.
Meski demikian, usulan yang kini tengah dibahas bersama oleh instansi pemerintah
lain di bawah koordinasi Kemenko Perekonomian itu belum sepenuhnya final.
Karena masih wacana, Hanif mahfum jika kemudian ada polemik muncul ke
permukaan.
Hariyadi Sukamdani, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo),
misalnya, tampak mengernyitkan dahi saat usulan itu diumbar oleh Hanif. Sebagai
pengusaha, ia merasa patut untuk keberatan sebab jaminan sosial dapat diartikan
pula sebagai tambahan pengeluaran.
Perusahaan, kata pria kelahiran Solo itu, tak mungkin menyunat gaji pegawainya
untuk tagihan lain di luar yang sudah ada, seperti BPJS dan Pajak Penghasilan
Karyawan (PPh) 21.
Lagi pula, menurut Hariyadi, tak ada angka pasti soal berapa jumlah penganggur
serta jumlah tenaga kerja yang telah terserap. Ketidakjelasan data itu bisa dilihat
dari perbedaan antara angka kemiskinan dan pengangguran dengan kuota
penerimaan batuan iuran (PBI) BPJS yang ditanggung APBN.
Karena itu, kata dia, pengusaha justru lebih fokus dari sisi penciptaan lapangan
kerja dengan mengekspansi bisnisnya ke beberapa daerah.
"Kalau kita lihat datanya, BPS itu bilang yang miskin 25 juta atau 9,1 persen. Tapi
kalau kita lihat data penerima bantuan iuran BPJS Kesehatan (kategori miskin), itu
96,8 juta orang," kata Hariyadi.
Alasan Hariyadi memang masuk akal. Sebab, berdasarkan perbandingan data yang
dilakukan Tirto ketidakcocokan antara jumlah penduduk miskin yang dirilis BPS
dengan kuota PBI tahun ini memang muncul.
Dalam APBN 2019, misalnya, pemerintah menambah anggaran Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) bagi warga miskin dari Rp25,5 triliun menjadi Rp26,7 triliun lantaran
bertambahnya kuota PBI dari 92,4 juta menjadi 96,8 juta orang.
Page 65 of 114.