Page 16 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 5 OKTOBER 2021
P. 16
Sejauh ini, organisasi pekerja di Indonesia masih bias terhadap sektor industri manufaktur
sehingga pekerja di sektor lain seperti jasa dan industri digital belum banyak yang berserikat.
Meskipun ada sejumlah organisasi pekerja yang bergerak mengadvokasi pekerja digital atau
pekerja media, jumlahnya belum banyak dan belum tergabung dalam struktur formal tripartit
atau terafiliasi dengan aliansi pekerja mana pun.
Minimnya mobilisasi buruh di sektor nonmanufaktur ini membuat para pekerja di dalamnya
rentan diperlakukan sewenang-wenang. Posisi tawar mereka dalam negosiasi bipartit atau
tripartit menjadi lebih lemah ketika terjadi pelanggaran hak ketenagakerjaan.
"Sementara UU Ketenagakerjaan kita belum cukup melindungi pekerja-pekerja ini. Jadi, memang
perlu peran aktif serikat pekerja untuk merangkul mereka agar suara dan kebutuhan mereka
juga didengar dan ditanggapi oleh penentu kebijakan," kata Andriko.
Di Indonesia, tantangan juga datang lewat deregulasi di sektor ketenagakerjaan, melalui
pengesahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Regulasi sapu jagat itu
mengubah beberapa peraturan ketenagakerjaan untuk beradaptasi dengan pasar kerja global
yang semakin fleksibel. Dampaknya, sejumlah hak dan perlindungan pekerja direduksi.
Direktur Hubungan Kerja dan Pengupahan Kementerian Ketenagakerjaan Dinar Titus Jogaswitani
mengatakan, kehadiran UU Cipta Kerja dan peraturan pelaksananya bukan untuk mereduksi hak
pekerja atau mendegradasi kualitas perjanjian kerja bersama (PKB) yang umumnya berlaku di
internal perusahaan.
Dialog sosial secara tripartit dan bipartit tetap menjadi faktor utama yang akan menjaga
hubungan ketenagakerjaan tetap kondusif. "Hakikat hubungan ketenagakerjaan tetap
bergantung pada dialog sosial dan kesepakatan kedua belah pihak antara pekerja atau serikat
pekerja dengan pengusaha," katanya.
15