Page 86 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 14 JANUARI 2020
P. 86

Ia menegaskan pemerintah melibatkan para buruh dalam proses pembahasan
               sampai penyusunan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, sehingga hasilnya
               bisa sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka. "Ini ada tim yang
               mengerjakan untuk menyampaikan ke teman-teman serikat buruh terkait konsep
               yang kita atur karena ini kan untuk menciptakan lapangan kerja," lanjutnya.

               Tak hanya itu, Yasonna menyebutkan tim tersebut juga meluruskan berbagai
               informasi tidak tepat yang diterima oleh para buruh karena akan memberikan
               dampak negatif ke depannya.

               "Ada tim untuk menjelaskan itu karena terkadang ada informasi yang tidak benar
               jadi ini harus orang tahu dan paham apa yang kita bahas di sini," ujarnya.

               Sebelumnya dua organisasi serikat buruh/pekerja yakni Konfederasi Persatuan
               Buruh Indonesia (KPBI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) merasa
               tidak dilibatkan dalam penyusunan RUU Cipta Lapangan Kerja. Mereka menolak
               pasal-pasal ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Lapangan Kerja yang diperkirakan
               bakal semakin menurunkan tingkat kesejahteraan buruh dan masyarakat secara
               umum.

               Karena ada sejumlah pasal dalam UU Ketenagakerjaan yang bakal dicabut atau
               diubah dalam RUU Cipta Lapangan Kerja. Misalnya, penghapusan upah minimum
               (UMP); perubahan ketentuan PHK, pesangon, jaminan sosial; penghapusan sanksi
               pidana bagi pengusaha; perluasan jenis pekerjaan yang bisa di-outsourcing, PKWT
               (kontrak kerja); masuknya TKA uskill.

               Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mencatat
               sedikitnya ada 6 dampak buruk omnibus law bagi kaum pekerja. Pertama, omnibus
               law rencananya akan menghilangkan upah minimum dan menggantinya dengan
               penerapan upah per jam. Meskipun ada pernyataan yang menyebut buruh dengan
               jam kerja minimal 40 jam sepekan akan mendapat upah seperti biasa, tapi bagi
               buruh dengan jam kerja kurang dari 40 jam akan mendapat upah di bawah
               minimum.

               Belum lagi ketika pekerja sakit, menjalankan ibadah sesuai kewajiban agamanya,
               cuti melahirkan, maka upahnya tidak lagi dibayar karena pada saat itu dianggap
               tidak bekerja.  Dia menilai penerapan berdasarkan jam kerja ini dapat disebut
               sebagai bentuk diskriminasi terhadap pelaksanaan upah minimum. Kedua,
               menghilangkan pesangon. Iqbal menilai UU No.13 Tahun 2003 tentang
               Ketenagakerjaan yang mengatur besaran pesangon maksimal 9 bulan dan dapat
               dikalikan 2 untuk pemutusan hubungan kerja (PHK) jenis tertentu, sehingga
               totalnya bisa mendapat 18 bulan upah, bakal dihilangkan.

               Selain itu, ada penghargaan masa kerja maksimal 10 bulan upah dan penggantian
               hak minimal 15 persen dari total pesangon dan/atau penghargaan masa kerja.
               Namun, melalui RUU Omnibus Law, Iqbal melihat pemerintah berencana
               memangkas pesangon menjadi tunjangan PHK sebesar 6 bulan upah.



                                                       Page 85 of 93.
   81   82   83   84   85   86   87   88   89   90   91