Page 110 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 6 OKTOBER 2021
P. 110

BPJS Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK) dan perwakilan Serikat Pekerja/Buruh guna membahas
              terkait  pengawasan  klaim  Jaminan  Hari  Tua  (JHT),  Jaminan  Pensiun  (JP)  dan  Jaminan
              Kehilangan Pekerjaan (JKP) terhadap pekerja atau buruh yang mengalami Pemutusan Hubungan
              Kerja (PHK) di masa pandemi Covid-19.

              Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI & Jamsos) Kemnaker Indah
              Anggoro Putri menyatakan bahwa peningkatan angka klaim JHT salah satunya disebabkan oleh
              banyaknya pekerja yang mengalami PHK.

              Selain itu pihaknya pun mendapati adanya pergeseran filosofi dari program JHT yang seharusnya
              dinikmati  ketika  memasuki  hari  tua  atau  masa  pensiun,  namun  banyak  pekerja  yang  justru
              mencairkan saldo JHT setelah PHK.

              Hal ini juga didasari oleh Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2015 dan Peraturan Menteri
              Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 19 Tahun 2015 yang memungkinkan bagi para pekerja
              untuk  melakukan  klaim  JHT  satu  bulan  setelah  mengalami  PHK.  Namun  saat  ini  Kemnaker
              sedang melakukan revisi terhadap Permenaker tersebut untuk mengembalikan kepada filosofi
              program JHT yang seharusnya.

              "Kami merevisi Permenaker nomor 19 tersebut, kita kembalikan kepada filosofi JHT yaitu benar-
              benar sebagai tabungan di masa tua sebagai amanat yang tertera dalam Undang-Undang nomor
              40 tahun 2004 dan juga Peraturan Pemerintah (PP) nomor 46 tahun 2015," imbuh Indah.

              Sejalan  dengan  hal  tersebut  Direktur  Pelayanan  BPJAMSOSTEK  Roswita  Nilakurnia  juga
              memaparkan  data  klaim  JHT  dalam  kurun  waktu  Desember  2020  hingga  Agustus  2021  dan
              dirinya  membenarkan  bahwa  selama  masa  pandemi  terjadi  kenaikan  jumlah  klaim  jika
              dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

              Hingga  Agustus  2021,  tercatat  1,49  juta  kasus JHT dengan  penyebab klaim  didominasi oleh
              pengundurkan diri dan PHK. Selain itu mayoritas nominal saldo JHT yang diklaim adalah dibawah
              Rp10 juta dan range umur peserta paling banyak di bawah 30 tahun dimana merupakan usia
              produktif bekerja.

              Sementara  itu  Sekjen  Konfederasi  Serikat  Pekerja  Seluruh  Indonesia  (K-SPSI),  Hermanto
              Achmad juga menyoroti isu yang sama, di mana saat ini pencairan JHT sangat mudah dan banyak
              diantara  pekerja  yang  menggunakan  modus  seolah-olah  PHK  untuk  dapat  melakukan  klaim.
              Sehingga hal ini cenderung tidak sesuai dengan filosofi jaminan sosial yang sejak awal menjadi
              harapan bagi seluruh pekerja Indonesia untuk memiliki hari tua yang terjamin.

              Dalam kesempatan yang sama Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI)
              Elly Rosita Silaban menambahkan agar mekanisme pencairan JHT dikembalikan ke konsep UU
              nomor 24 tahun 2011 seperti praktek yang berlaku internasional berupa old saving.

              "Dana yang disimpan di BPJS Ketenagakerjaan itu sebenarnya adalah dana ketahanan untuk
              pembangunan  ekonomi.  Ketika  Jaminan  Hari  Tua  dirubah  maknanya  menjadi  jaminan  hari
              terjepit  karena  bisa  diambil  setelah  dipecat,  memang  menjadi  hilang  filosofinya.  Apakah
              dikembalikan (aturannya) ke undang-undang sebelumnya, itu mungkin juga masih perlu diskusi
              untuk lebih lanjut," tutur Elly.

              Elly juga menitikberatkan pada manfaat program Jaminan Pensiun (JP) yang masih sangat kecil
              yaitu Rp300 ribu hingga Rp3,6 juta per bulan. Dirinya pun menyayangkan sejak program tersebut
              dijalankan sejak tahun 2015 hingga saat ini, belum dilakukan peninjauan kembali terkait besaran
              iurannya. Mengakhiri pernyataannya Elly berharap peninjauan dapat dilakukan setiap 3 tahun
              sekali sesuai ketentuan agar manfaat yang diterima peserta maksimal.


                                                           109
   105   106   107   108   109   110   111   112   113   114   115