Page 164 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 6 OKTOBER 2021
P. 164

Ketenagakerjaan, BPJS Ketenagakerjaan (BPJamsostek) dan perwakilan Serikat Pekerja/Buruh,
              guna membahas terkait pengawasan klaim Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP) dan
              Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) terhadap pekerja atau buruh yang mengalami Pemutusan
              Hubungan Kerja (PHK) di masa pandemi Covid-19.

              Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI & Jamsos) Kemnaker, Indah
              Anggoro  Putri  menyatakan,  peningkatan  angka  klaim  JHT,  salah  satunya  disebabkan  oleh
              banyaknya pekerja yang mengalami PHK. Selain itu, pihaknya pun mendapati adanya pergeseran
              filosofi  dari  program  JHT  yang  seharusnya  dinikmati  ketika  memasuki  hari  tua  atau  masa
              pensiun, namun banyak pekerja yang justru mencairkan saldo JHT setelah PHK.

              Hal ini juga didasari oleh Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2015 dan Peraturan Menteri
              Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 19 Tahun 2015, yang memungkinkan bagi para pekerja
              untuk  melakukan  klaim  JHT  satu  bulan  setelah  mengalami  PHK.  Namun  saat  ini,  Kemnaker
              sedang melakukan revisi terhadap Permenaker tersebut untuk mengembalikan kepada filosofi
              program JHT yang seharusnya.

              "Kami merevisi Permenaker nomor 19 tersebut, kita kembalikan kepada filosofi JHT yaitu benar-
              benar sebagai tabungan di masa tua sebagai amanat yang tertera dalam Undang-Undang nomor
              40 tahun 2004 dan juga Peraturan Pemerintah (PP) nomor 46 tahun 2015," imbuh Indah.

              Sejalan  dengan  hal  tersebut,  Direktur  Pelayanan  BPJamsostek,  Roswita  Nilakurnia  juga
              memaparkan  data  klaim  JHT  dalam  kurun  waktu  Desember  2020  hingga  Agustus  2021.  Ia
              membenarkan bahwa selama masa pandemi terjadi kenaikan jumlah klaim jika dibandingkan
              tahun-tahun sebelumnya.

              Hingga Agustus 2021, tercatat 1,49 juta kasus JHT, dengan penyebab klaim didominasi oleh
              pengundurkan  diri  dan PHK.  Selain  itu,  mayoritas  nominal  saldo  JHT  yang  diklaim  adalah di
              bawah Rp10 juta dan range umur peserta paling banyak di bawah 30 tahun, dimana merupakan
              usia produktif bekerja.

              Sementara  itu,  Sekjen  Konfederasi  Serikat  Pekerja  Seluruh  Indonesia  (K-SPSI),  Hermanto
              Achmad juga menyoroti isu yang sama. Saat ini, pencairan JHT sangat mudah dan banyak di
              antara  pekerja  yang  menggunakan  modus  seolah-olah  PHK  untuk  dapat  melakukan  klaim,
              sehingga hal ini cenderung tidak sesuai dengan filosofi jaminan sosial yang sejak awal menjadi
              harapan bagi seluruh pekerja Indonesia untuk memiliki hari tua yang terjamin.
              Dalam kesempatan yang sama, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI)
              Elly Rosita Silaban menambahkan, agar mekanisme pencairan JHT dikembalikan ke konsep UU
              nomor 24 tahun 2011 seperti praktik yang berlaku internasional berupa old saving.

              "Dana yang disimpan di BPJS Ketenagakerjaan itu sebenarnya adalah dana ketahanan untuk
              pembangunan  ekonomi.  Ketika  Jaminan  Hari  Tua  dirubah,  maknanya  menjadi  jaminan  hari
              terjepit karena  bisa diambil  setelah dipecat,  menjadi  hilang  filosofinya.  Apakah dikembalikan
              (aturannya) ke Undang-undang sebelumnya, itu mungkin juga masih perlu diskusi untuk lebih
              lanjut," tutur Elly.

              Elly juga menitikberatkan pada manfaat program Jaminan Pensiun (JP) yang masih sangat kecil,
              yaitu Rp300 ribu hingga Rp3,6 juta per bulan. Ia mengatakan, sejak program tersebut dijalankan
              sejak tahun 2015 hingga saat ini, belum dilakukan peninjauan kembali terkait besaran iurannya.
              Mengakhiri  pernyataannya,  Elly  berharap  peninjauan  dapat  dilakukan  setiap  3  tahun  sekali,
              sesuai ketentuan agar manfaat yang diterima peserta maksimal.



                                                           163
   159   160   161   162   163   164   165   166   167   168   169