Page 166 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 6 OKTOBER 2021
P. 166

Hal inilah yang mendasari Komisi IX DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama
              dengan Kementerian Ketenagakerjaan, BPJS Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK) dan perwakilan
              Serikat  Pekerja/Buruh  guna  membahas  terkait  pengawasan  klaim  jaminan  hari  tua  (JHT),
              jaminan pensiun (JP), dan jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) terhadap pekerja atau buruh
              yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di masa pandemi Covid-19.

              Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI & Jamsos) Kemenaker Indah
              Anggoro Putri menyatakan bahwa peningkatan angka klaim JHT, salah satunya disebabkan oleh
              banyaknya pekerja yang mengalami PHK.

              Selain  itu,  pihaknya  pun  mendapati  adanya  pergeseran  filosofi  dari  program  JHT  yang
              seharusnya dinikmati ketika memasuki hari tua atau masa pensiun, namun banyak pekerja yang
              justru mencairkan saldo JHT setelah PHK.

              Hal ini juga didasari oleh Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2015 dan Peraturan Menteri
              Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 19 Tahun 2015 yang memungkinkan bagi para pekerja
              untuk melakukan klaim JHT satu bulan setelah mengalami PHK. Namun saat ini, Kemenaker
              sedang melakukan revisi terhadap Permenaker tersebut untuk mengembalikan kepada filosofi
              program JHT yang seharusnya.

              “Kami merevisi Permenaker nomor 19 tersebut, kita kembalikan kepada filosofi JHT yaitu benar-
              benar sebagai tabungan di masa tua sebagai amanat yang tertera dalam Undang-Undang nomor
              40 tahun 2004 dan juga Peraturan Pemerintah (PP) nomor 46 tahun 2015,” imbuh Indah.

              Sejalan  dengan  hal  tersebut  Direktur  Pelayanan  BPJAMSOSTEK  Roswita  Nilakurnia  juga
              memaparkan  data  klaim  JHT  dalam  kurun  waktu  Desember  2020  hingga  Agustus  2021.  Ia
              membenarkan bahwa selama masa pandemi terjadi kenaikan jumlah klaim jika dibandingkan
              tahun-tahun sebelumnya.

              Hingga  Agustus  2021,  tercatat  1,49  juta  kasus JHT dengan  penyebab klaim  didominasi oleh
              pengundurkan diri dan PHK. Selain itu mayoritas nominal saldo JHT yang diklaim adalah di bawah
              Rp10 juta dan range umur peserta paling banyak di bawah 30 tahun di mana merupakan usia
              produktif bekerja.

              Sementara  itu  Sekjen  Konfederasi  Serikat  Pekerja  Seluruh  Indonesia  (K-SPSI),  Hermanto
              Achmad juga menyoroti isu yang sama, di mana saat ini pencairan JHT sangat mudah dan banyak
              di antara pekerja yang menggunakan modus seolah-olah PHK untuk dapat melakukan klaim.
              Sehingga, hal ini cenderung tidak sesuai dengan filosofi jaminan sosial yang sejak awal menjadi
              harapan bagi seluruh pekerja Indonesia untuk memiliki hari tua yang terjamin.

              Dalam kesempatan yang sama Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI)
              Elly Rosita Silaban menambahkan agar mekanisme pencairan JHT dikembalikan ke konsep UU
              nomor 24 tahun 2011 seperti praktik yang berlaku internasional berupa old saving. "Dana yang
              disimpan di BPJS Ketenagakerjaan itu sebenarnya adalah dana ketahanan untuk pembangunan
              ekonomi," jelasnya.
              "Ketika Jaminan Hari Tua dirubah maknanya menjadi jaminan hari terjepit karena bisa diambil
              setelah  dipecat,  memang  menjadi  hilang  filosofinya.  Apakah  dikembalikan  (aturannya)  ke
              undang-undang sebelumnya, itu mungkin juga masih perlu diskusi untuk lebih lanjut," tutur Elly.

              Elly juga menitikberatkan pada manfaat program Jaminan Pensiun (JP) yang masih sangat kecil
              yaitu Rp300 ribu hingga Rp3,6 juta per bulan. Ia pun menyayangkan sejak program tersebut
              dijalankan sejak tahun 2015 hingga saat ini, belum dilakukan peninjauan kembali terkait besaran
              iurannya. Mengakhiri pernyataannya, Elly berharap peninjauan dapat dilakukan setiap 3 tahun
              sekali sesuai ketentuan agar manfaat yang diterima peserta maksimal. (RO/OL-09)

                                                           165
   161   162   163   164   165   166   167   168   169   170   171