Page 134 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 02 JANUARI 2020
P. 134
Title KSPI: OMNIBUS LAW AKAN HANCURKAN KESEJAHTERAAN PEKERJA
Media Name gatra.com
Pub. Date 31 Desember 2019
https://www.gatra.com/detail/news/464139/ekonomi/kspi-omnibus-law-akan -
Page/URL
hancurkan-kesejahteraan-pekerja
Media Type Pers Online
Sentiment Negative
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengatakan,
meski omnibus law diciptakan untuk meningkatkan investasi dalam negeri. Namun,
kenyataannya Undang-undang sapu jagad tersebut berdampak buruk terhadap
masyarakat kecil. Efek itu yang mengancam kesejahteraan pekerja, terutama buruh.
Menurut Said, salah satu dampak buruk yang akan menimpa para buruh ialah
hilangnya upah minimum pekerja. Hal itu terlihat dari keinginan pemerintah yang
hendak menerapkan sistem upah per jam. Dengan kata lain, pekerja yang bekerja
kurang dari 40 jam seminggu, maka upahnya otomatis akan di bawah upah
minimum.
"Belum lagi ketika pekerja sakit, menjalankan ibadah sesuai kewajiban agamanya,
atau cuti melahirkan juga tidak akan mendapatkan bayaran. Sebab, dia dianggap
tidak bekerja. Memang, ada pernyataan yang mengatakan jika pekerja yang bekerja
40 jam seminggu akan mendapat upah seperti biasa. Sedangkan yang di bawah itu
menggunakan upah per jam," katanya saat dihubungi Gatra.com, Selasa (31/12).
Namun, ia mengkhawatirkan hal ini merupakan siasat pengusaha untuk meraup
untung. Pasalnya, sebenarnya sangat mudah untuk mengurangi jam kerja, sehingga
pekerja tidak bertugas selama 40 jam.
Selain itu, penerapan yang berbeda seperti ini adalah bentuk diskriminasi terhadap
upah minimum. Upah minimum adalah upah minimum; berlaku bagi semua warga
negara yang bekerja sebagai jaring pengaman. Tidak ada dua istilah, misalnya upah
minimum bulanan dan upah minimum per jam.
"Berdasarkan uraian di atas, sangat terlihat jika pemberian upah per jam adalah
mekanisme untuk menghilangkan upah minimum. Ke depannya akan banyak
perusahaan yang mempekerjakan buruhnya hanya beberapa jam dalam sehari,"
tegasnya.
Selain itu, para pekerja juga berpotensi akan kehilangan pesangon, saat mereka
terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Sebab, di dalam omnibus law tidak
diatur masalah pesangon seperti yang terdapat dalam UU Nomor 13 Tahun 2003,
yang mengatur tentang besaran pesangon yang akan diterima para pekerja, jika
mereka terkena PHK.
Page 133 of 153.