Page 109 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 5 FEBRUARI 2020
P. 109
Karenanya, investasi yang memungkinkan terbukanya lapangan pekerjaan dalam
rentang waktu tertentu merupakan solusi yang tepat.
Maka itu penting bagi pemerintah menata kebijakan yang bisa menjawab tantangan
ke depan. Pada perspektif inilah Omnibus Law menemukan relevansinya.
Memang tak banyak negara mengadopsi Omnibus Law . Yang memakainya pun
kebanyakan negara-negara anglo saxon, sementara negara yang menganut civil law
sistem hanya beberapa, seperti Jerman dan Vietnam.
Dengan kata lain perdebatan mengenai apakah Omnibus Law lebih cocok dipakai
oleh negara-negara anglo saxon atau civil law, menjadi kurang relevan untuk
diperdebatkan.
Sebab, Omnibus Law sendiri merupakan kebutuhan untuk mengatasi persoalan dan
tantangan yang ada.
Pemerintah Indonesia sendiri sebelumnya belum pernah mengadopsi kebijakan
tersebut. Tak heran bila ada yang salah persepsi dan memicu lahirnya protes massa
menolak kebijakan tersebut.
Untuk itu, perlu adanya dialog yang melibatkan seluruh elemen terkait untuk
membahasnya agar tak terjadi kesalahpahaman.
Dialog, menurut Jurgen Habermas, merupakan usaha untuk saling memahami.
Tanpa dialog, setiap orang tak akan bisah saling memahami, dan karenanya, akan
menimbulkan kecurigaan-kecurigaan liar yang tak jelas.
Rencana pemerintah membuat Omnibus Law betapapun harus didukung.Kita tidak
bisa memungkiri fakta terjadinya obesitas regulasi yang saling tumpang tindih dan
ketidakpastian hukum. Adanya Omnibus Law , sekurang-kurangnya menjawab
persoalan tersebut.
Dengan Omnibus Law , investor mendapatkan kepastian dan kemudahan,
karenanya memungkinkan mereka untuk berinvestasi, sehingga persoalan minimnya
lapangan pekerjaan dapat teratasi.
Meski masih terdapat celah kritik atas Omnibus Law , sebagaimana dibahas
sebelumnya. Penting kiranya pemerintah membuka ruang dialog agar meluruskan
kesalahpahaman serta mengartikulasi kepentingan yang beragam agar tidak ada
yang merasa kepentingannya dimarginalkan.
Jangan sampai Omnibus Law menjadi retorika kosong pemerintah. Mengutip
pernyataan jurnalis senior Budiman Tanuredjo, seperti mengulang retorika "revolusi
mental" yang pernah dimunculkan presiden Jokowi menjelang kampanye pemilihan
Pilpres 2014. (*).
Page 108 of 130.