Page 30 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 21 DESEMBER 2020
P. 30
terhadap kaum buruh di Indonesia. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat hingga
31 Juli 2020, jumlah pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK )maupun
dirumahkan mencapai3,5jutalebih.
Sementara, berdasarkan penelitian MarsinahFM terhadap buruh di Jabotabek, Karawang dan
Jawa Tengah, 28,8% buruh di rumahkan dan sebanyak 65,85% di antaranya tidak diupah sama
sekali selama dirumahkan.
Tindakan merumahkan buruh, merupakan tindakan mencampakkan buruh setelah sekian lama
memberi laba bagi kantong pengusaha maraknya PHK massa lini tak lepas dari dipermudahnya
proses PHK tersebut oleh Menteri Tenaga Kerja dengan diterbitkannya Surat Menaker
NomorM/3/HK.04/III/2020 Tahun 2020 tentang Pelindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan
Usaha Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19. Alih-alih melindungi tenaga
kerja, Surat Edaran ini justru memberikan lampu hijau bagi pengusaha untuk mempermudah
buruh dirumahkan, diPHKsemena-mena.
Meski sudah memperoleh ragam stimulus fiskal, tidak lantas membuat perusahaan tergerak
melindungi buruh pada situasi sulit. Padahal di tengah pandemi, buruh tidak hanya butuh
sekadar kenyang, namun juga nutrisi yang cukup supaya terhindar dari paparan Covid
19,disampingkebutuhanlainnyasepertisewa hunian, kebutuhan pendidikan anak yang melonjak
dan banyak lagi.
Sementara, pilihan pulang ke kampung halaman pasca dirumahkan, juga bukan tanpa risiko
karena bisa berpotensi menjadi carrier Covid 19 bagi keluarga dan masyarakat di kampung
halaman.
3. Ketiadaan Kepastian Kerja
Pandemi telah membawa situasi tidak menentu dan ketidakpastian masa depan. Buruh harus
menerima kenyataan pahit bisa kehilangan pekerjaan sewaktu – waktu, penghasilan tidak
menentu dan kejelasan masa depan kerja yang kian buram. Bagi buruh di sector transportasi
yang takpernah diakui sebagai pekerja,dengan dalih kemitraan, situasi pandemic justru
mempertegas ketidakjelasan hubungan kerja tersebut.
4. Bansos Tak Sampai, Program Kartu Pra Kerja Tak Tepat Sasaran
Selama pandemi yang berdampak pada berkurangnya penghasilan memaksa buruh mengurangi
nutrisi makanan yang dikonsumsi keluarganya. Program Bansos yang diharapkan bisa
meringankan beban hidup,mengganjal perut lapar, faktanya banyak tidak sampai dengan
beragam alasan. Salah satu penyebabnya adalah tidak terdata sebagai warga setempat karena
dianggap pendatang sehingga tidak memiliki KTP setempat.
Padahal sebagian besar buruh merantau kekotadan telah berkontribusi pada berjalannya Roda
ekonomi. Buruknya data pemerintah terkait penerima bansos hanya menunjukkan buruknya
system jaminan social pemerintah.
Berdasarkan temuan MarsinahFM di lapangan, buruh harus aktif mempertanyakan dan
memperjuangkan haknya terhadap bansos terlebih dahulu baru kemudian mendapatkan jatah
distribusi bansos. Itupun, tidak semua mendapatkan secara penuh karena bansos yang tersedia
harus dibagi rata kepada warga. Artinya, ketersediaan bansos di wilayah Jabodetabek yang
dianggarkan sebesar Rp6,49 trilliun tidak sepenuhnya dinikmati oleh warga, termasuk di
antaranya kaum buruh. Belakangan, diketahui dana tersebut telah dikorupsi dan Menteri Sosial
Juliari Batubara, terduga telah menerima suap bansos dengan nilai kurang lebih Rp5,9tirliun.
5. Gelombang Pengusiran Buruh Migran Tak Berdokumen
29