Page 18 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 16 JULI 2020
P. 18

"Dihentikan, ditarik," kata Busyro saat ditemui, Rabu (15/7). Ia mengaku, PPMuham-madiyah
              meminta agar RUU Omnibus Law Ciptaker tersebut bisa dicabut secara keseluruhan. Namun,
              jika  pemerintah  dan  DPR  ingin  melanjutkan  pembahasan,  Muhammadiyah  berharap  RUU
              tersebut bisa dijiwai dengan moralitas konstitusi.

              "Harus dijiwai (moralitas konstitusi). Karena, kita nggak bisa lari dari itu. Tidak bisa lari dari
              pembukaan UUD 1945, tidak bisa lari dari Pancasila, dan realitas masyarakat yang semaki n
              termarginalisasi.  Itu  fakta  yang  kami  temukan  juga  kami  melakukan  penelitian,"  ujarnya
              menegaskan.

              Dalam pertemuan tersebut, Busyro menyerahkan hasil kajian dan diskusi yang dilakukan PP
              Muhammadiyah kepada DPR. Diskusi sudah dilakukan dalam tiga pertemuan dengan melibatkan
              Forum Rektor Indonesia, Dekan Fakultas Hukum dan STTIH Universitas Muhammadiyah se-
              Indonesia, lembaga swadaya masyarakat, serta akademisi lintas disiplin. "Terakhir kami dialog
              webinar, di antaranya teman DPR diwakili Mas Azis Syamsuddin (Wakil Ketua DPR) waktu itu
              hadir di webinar. Sehingga, prosedur itu sudah cukup demokratis," kata Busyro.

              Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengapresiasi langkah PP Muhammadiyah yang telah
              memberikan masukan kepada DPR RI terhadap RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Ia mengatakan
              bahwa DPR akan

              mengkaji tiap masukan dari masyarakat.
              "Masukan dari PP Muhammadiyah ini kami anggap daftar inventarisasi masalah (DIM) yang kami
              kumpulkan  atau  kami  terima  dari  komponen  masyarakat  yang  memang  dalam  setiap
              pembahasan  RUU  untuk  menjadi  UU  maupun  revisi  UU,  selalu  kami  kedepankan  menerima
              masukan dari masyarakat," ujarnya.
              Aksi mahasiswa

              Sementara itu, Aliansi BEM Seluruh Indonesia berencana menggelar aksi menolak Omnibus Law
              RUU Ciptaker di depan gedung DPR, Kamis (16/7). Dalam aksinya nanti, mereka memiliki enam
              tuntutan  terkait  RUU  yang  menuai  polemik  tersebut  Pertama,  menolak  dengan  tegas
              pengasahan RUU Ciptaker karena bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019
              Bab 2 pasal 5.

              "Dan, Bab 11 pasal 96 tentang pembahan atas UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan
              Peraturan  Perundang-un-dangan,"  ujar  Koordinator  Pusat  BEM  SI,  Remy  Hastian,  lewat
              keterangan resminya, Rabu. Kedua, menolak upaya sentralisasi kekuasaan melalui konsep RUU
              Ciptaker.  Selanjutnya,  menolak  penyederhanaan  regulasi  terkait  perizinan  analisis  dampak
              lingkungan (amdal) dan aturan pertambangan.
              Keempat, menjamin kehadiran negara dalam terciptanya ruang kerja yang aman serta bebas
              diskriminatif dan dapat memenuhi hak maupun perlindungan terhadap buruh.

              "Lima,  menolak  sentralisasi  sistem  pengupahan  buruh  dan  potensi  maraknya  tenaga  kerja
              outsour-cing.  Serta,  dikebirinya  hak-hak  buruh,  seperti  cuti,  jam  kerja  tidak  jelas,  dan
              PHKsepihak," kata Remy. Terakhir, menolak sektor pendidikan dimasukkan ke dalam RUU Cipta
              Kerja dan mendesak pemerintah menghentikan praktik liberalisasi.

              ed:agusraharjo








                                                           17
   13   14   15   16   17   18   19   20   21   22   23