Page 123 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 17 JUNI 2020
P. 123
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi mengungkapkan keputusan tersebut berdasarkan Rapat
Paripurna Pimpinan (RPP) LPSK yang dilakukan pada Senin (8/6) lalu.
LPSK BERI PERLINDUNGAN 14 ABK KORBAN PERBUDAKAN KAPAL CHINA
Jakarta - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban ( LPSK ) memutuskan memberi perlindungan
kepada 14 Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia yang menjadi korban perbudakan di kapal
penangkap ikan Long Xing 629 berbendera China .
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi mengungkapkan keputusan tersebut berdasarkan Rapat
Paripurna Pimpinan (RPP) LPSK yang dilakukan pada Senin (8/6) lalu.
"Para korban mendapatkan layanan program Pemenuhan Hak Prosedural berupa pendampingan
pada saat memberikan keterangan dalam setiap proses peradilan pidana serta fasilitasi penilaian
restitusi (ganti rugi dari pelaku)," kata Edwin melalui keterangan tertulis, Selasa (16/6).
#div-gpt-ad-1589439603493-0 iframe{ border: 0px; vertical-align: bottom; position: fixed
!important; z-index: 1 !important; left: 0px; right: 0; margin: auto; } Edwin menuturkan
lembaganya telah menaruh perhatian sejak kasus perbudakan ini mencuat ke publik. LPSK,
lanjut dia, secara berkelanjutan membangun komunikasi dengan Bareskrim Polri serta Direktorat
Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri RI.
Ia menambahkan, LPSK turut terlibat dalam proses penjemputan ABK di Bandara Soekarno-
Hatta, serta melakukan pendalaman informasi kepada 14 korban ABK tersebut di tempat
penampungan milik Kementerian Sosial di Jakarta.
"Seluruh korban langsung mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK setelah Bareskrim
menetapkan tiga orang agen pengirim ABK sebagai tersangka TPPO," jelas Edwin.
Dari pendalaman tersebut, tutur dia, diperoleh pengakuan bahwa ABK dijanjikan mendapat gaji
dan bonus sesuai perjanjian kerja dan dipekerjakan secara legal atas penangkapan ikan di Korea
Selatan. Namun, realita di lapangan tidak seperti itu.
"Besaran gaji dan bonus yang mereka terima tidak sesuai, mendapatkan perlakuan buruk dalam
bekerja, kerja overtime, fasilitas medis yang sangat buruk, hingga konsumsi makanan dan
minuman yang tidak laik. Perlakuan yang mereka dapat berbeda dengan ABK lainnya di kapal
tersebut," tutur Edwin.
Edwin menerangkan para ABK itu berasal dari sejumlah wilayah di Indonesia, yakni Bekasi (2
orang); Brebes (1 orang); Tegal (1 orang); Bintan dan Natuna (3 orang); Minahasa (2); Barru
(3 orang); Halmahera (1 orang); dan Masohi (1 orang).
"12 di antaranya lulusan SMA atau sederajat, 1 lulusan SMP dan 1 lulusan SD. Usia mereka
berkisar 20-22 tahun, 3 lainnya masing-masing berusia usia 28, 30 dan 35 tahun," ujar dia.
"Mereka rata-rata dijanjikan gaji sebesar USD300 per bulan dan hanya 2 ABK yang dijanjikan
gaji lebih tinggi yaitu sebesar USD400 dan USD450 per bulan," tandasnya.
Menurut Edwin, kasus ABK Kapal Long Xing 629 menambah daftar korban tindak pidana
perdagangan orang (TPPO) yang mendapat perlindungan LPSK. Dalam rentang waktu Januari -
8 Juni 2020 sebanyak 45 orang dalam lindungan LPSK korban TPPO berprofesi sebagai pekerja
hiburan, buruh migran, pekerja seks komersial. Setidaknya 28 orang lainnya berprofesi ABK.
122