Page 23 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 17 JUNI 2020
P. 23
mendapatkan perlindungan LPSK. Namun, Wibowo meyakini, angka tersebut bukan merupakan
jumlah keseluruhan dari korban dalam peristiwa serupa yang terjadi.
'Pasti ada yang tidak meminta perlindungan, bahkan tidak tahu harus mengadu ke mana," kata
dia saat konferensi pers secara daring bertajuk 'Perlindungan ABK Indonesia Korban
Perdagangan Orang' pada Selasa (16/6).
Pada 2018, terdapat 186 terlindung dari kasus TPPO dan naik menjadi 318 terlindung pada
2019. Angka tersebut menempatkan kasus TPPO pada posisi empat besar jumlah terlindung
LPSK setelah kasus kekerasan seksual anak, terorisme, dan pelanggaran HAM berat pada 2019.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi mengatakan, 14 ABK asal
Indonasia di kapal LongXing 629 mengaku mendapatkan perlakuan yang tidak sesuai dengan
apa yang dijanjikan oleh pihak agen penyalur mereka. "Sejak awal LPSK menduga kasus ini
terkait perdagangan orang," kata dia.
Dari para korban diperoleh keterangan bahwa mereka awalnya dijanjikan sebagai ABK kapal
penangkapan ikan di Korea Selatan, mendapatkan gaji dan bonus sesuai perjanjian kerja, dan
dipekerjakan secara legal. Namun, nyatanya gaji dan bonus yang mereka terima tidak sesuai.
Terpisah, Kepala Bidang Humas Polda Kepulauan Riau (Kepri) Kombes Pol Harry Goldenhardt
menegaskan, kasus dua ABK WNI Indonesia yang nekat melompat ke laut Selat Malaka dari
kapal Fu Lu Qing Yuan Yu 901 merupakan kasus TPPO. Para tersangka yang kini ditahan
menjanjikan kedua ABK mendapatkan gaji yang besar. Namun, nyatanya ABK tersebut tidak
digaji dan mendapatkan perlakuan kekerasan.
"Para tersangka ada yang ditahan di Polda Metro Jaya (PMJ) dan Polda Kepri. Totalnya tujuh
tersangka. Mereka melakukan perekrutan pekerja migran Indonesia (PMI) untuk dipekerjakan
di Korea Selatan sebagai buruh pabrik dengan iming-iming mendapatkan gaji sebesar Rp 25
juta sampai dengan Rp 50 juta per bulannya. Dengan persyaratan membayar biaya pengurusan
sebesar Rp 50 juta per orang," ujar dia.
Kemudian, ia melanjutkan, pada kenyataannya para korban dipekerjakan sebagai ABK di kapal
penangkap ikan/-cumi Yu-Qing Yuan Yu 901 yang berbendera Cina tanpa mendapatkan gaji
selama kurang lebih empat sampai tujuh bulan. Lalu, selama bekerja para korban mendapatkan
perlakuan keras dan pemaksaan dari kru kapal.
ed: masalamil huda
22