Page 63 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 13 JULI 2020
P. 63
keputusan dan kesepakatan apapun. Tetapi hanya mendengarkan masukan dari masing-
masing unsur," kata Said dalam siaran persnya, Ahad (12/7).
Alasan kedua, unsur Apindo/Kadin dengan arogan mengembalikan konsep RUU usulan dari
unsur serikat pekerja dan tidak mau meyerahkan usulan konsep apindo/kadin secara tertulis.
Maka, jika hanya sekedar mendengarkan masukan dan ngobrol ngobrol saja, secara resmi
pihaknya sudah menyampaikan masukan berupa konsep RUU secara tertulis kepada
pemerintah dan apindo/kadin.
"Tetapi kemudian secara arogan konsep serikat pekerja tersebut dikembalikan oleh unsur
Apindo/Kadin. Barangkali mereka merasa di atas angin karena merasa didukung oleh unsur
pemerintah," kata Said Iqbal.
Dengan demikian, pihaknya berpendapat, hal ini menyalahi prinsip tripartite dan norma-
norma dalam dialog sosial yang mengedepankan kesetaraan, kebebasan berpendapat, dan
saling percaya untuk mengambil keputusan besama secara musyawarah dan mufakat. Hal itu
sebagaimana juga termaktub dalam konvensi ILO no 144 tentang Tripartit yang sudah
diratfikasi pemerintah indonesia.
Ketiga, ada kesan pembahasan akan dipaksakan selesai pada tanggal 18 Juli 2020. Dengan
jumlah pertemuan yang hanya 4-5 kali, serikat buruh memiliki dugaan ini hanya jebakan dan
alat untuk mendapatkan legitimasi dari buruh. Karena tidak mungkin membahas pasal-pasal
yang sedemikian berat hanya dalam 4-5 kali pertemuan.
"Jadi kami menduga ini hanya formalitas dan jebakan saja dari pemerintah yang diwakili
kemenaker dalam memimpin rapat tim. Agar mereka mempunyai alasan, bahwa pemerintah
sudah mengundang serikat pekerja/serikat buruh untuk didengarkan pendapatnya," ucapnya.
Dengan kata lain, kata Said, pemerintah yang diwakili kemenaker hanya sekedar ingin
memenuhi unsur Prosedur saja bahwa mereka telah mengundang pekerja masuk dalam tim
dan tidak menyelesaikan Substansi materi RUU Omnibus Law yang ditolak buruh tersebut.
Keempat, sambung Said, masukan yang disampaikan hanya sekedar ditampung. Tetapi, tidak
ada kesepakatan dan keputusan apapun dalam bentuk Rekomendasi dalam menyelesaikan
substansi masalah omnibus law. Padahal, yang harus diselesaikan adalah substansi dari
klaster ketenagakerjaan yang menghapus upah minimum yaitu UMK dan UMSK dan
memberlakukan upah perjam divbawah upah minimum.
Kemudian juga mengurangi nilai pesangon, penggunaan buruh outsorcing dan buruh kontrak
seumur hidup untuk semua jenis pekerjaan, waktu kerja yang eksploitatip dan menghapus
cuti dan menghapus hak upah saat cuti. Juga emudahan masuknya TKA buruh kasar di
Indonesia, mereduksi jaminan sosial, mudahnya PHK sewenang wenang tanpa izin pengadilan
perburuhan. Serta hilangnya beberapa sanksi pidana untuk pengusaha.
"Berdasarkan 4 alasan di atas, kami dari KSPI, KSPSI AGN, dan FSP Kahutindo keluar dan
mengundurkan diri dari tim teknis Omnibus Law RUU Cipta Kerja Klaster
Ketenagakerjaan,"tegas uqbal.
Sedangkan yang masih tetap berada di dalam tim adalah serikat pekerja KSBSI bersama
beberapa serikat pekerja yang lainnya, mereka harus bertanggung jawab penuh bilamana
Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang merugikan buruh ini tetap dipaksa untuk disahkan. Maka
dengan keluarnya dari tim, KSPI tidak bertanggung jawab atas apapun hasil dari pembahasan
tim tersebut.
Page 62 of 345.