Page 92 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 29 MARET 2020
P. 92
Ia mengatakan, ada pengawas provinsi yang malah meminta pengurus Opsi untuk bekerja sama
dengan perusahaan dan kasus distop. "Permintaan tersebut kami tolak," kata dia.
Menurut Timboel, pengawas dan mediator sering lempar lempar kasus pelanggaran hak normatif
buruh. "Sampai ada mediator memohon ke saya agar proses mediasi atas pelanggaran hak
dibawa saja ke pengawas. Saya bilang, kami bawa sebagai perselisihan hak ke mediator karena
pengawas ketenagakerjaan tidak mau memproses. Harusnya mediatot yang protes ke
pengawas," kata dia.
Menurut Timboel, adanya komite pengawasan ketenagakerjaan tidak efektif dan gagal
menyelesaikan masalah secara sistemik. Komite pengawasan kurang mampu mengawal
persoalan pelanggaran hak normatif buruh yang dilaporkan ke pengawas. "Harusnya komite
berani meminta laporan-laporan yang sudah diterima pengawas dan mengawal proses
penyelesaiannya, dan komite mempublikasi diri agar bisa dikenal buruh dan mau juga menerima
laporan dari buruh," kata dia.
Ia menegaskan, pelanggaran hak normatif buruh akan terus meningkat, apalagi dengan
ketentuan baru di Peraturan Pemerintah (PP) 35/2021 tentang Uang Kompensasi yang Wajib
Diberikan ke Pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) pada Saat Jatuh Tempo.
Menurut Timboel, akan banyak pengusaha yang menyandera pekerja PKWT dengan tidak mau
membayar uang kompensasi, kalau dituntut untuk dibayar maka pekerja beresiko tidak
diperpanjang lagi. Apalagi dengan dibuka selebar lebarnya alih daya di pasal 66 UU Cipta kerja
maka pekerja PKWT akan semakin banyak lagi karena 99 persen pekerja alih daya pasti di PKWT
kan.
Selama ini pekerja PKWT rentan mengalami pelanggaran hak normatif seperti upah minimum,
upah lembur, jaminan sosial, dsb. "Saya pesimis dengan peran pengawas naker untuk
kedepannya paska berlakunya UU cipta kerja dengan 4 Peraturan Pemerintahnya. Saat ini saja
sudah buruk, apalagi dengan adanya ketentuan UU Cipta Kerja," kata dia.
Timboel mengatakan, lemahnya pengawas terjadi dari satu Menaker ke Menaker berikutnya.
Menaker Ida Fauziyah mau memperbaiki sistem pengawasan Ketenagakerjaan maka ke depan
harus membuat sistem pengawasan mencontoh Ahok yaitu menerapkan instrumen qlue yang
sejak dilaporkan oleh pekerja dan proses penanganan terus dipantau dengan ketentuan waktu
yang pasti.
"Jadi sejak dilaporkan adanya pelanggaran hak normatif buruh harus sudah dicek proses
penanganannya dengan ukuran hasil dan waktu yang terukur. Hingga proses kunjungan
pengawas ke perusahaan juga dipantau QLUE. Ada warna hijau, merah, kuning dsb sebagai
bentuk pertanggungjawaban atas proses yang dilakukan pengawas," kata dia.
Timboel mengatakan, bila ada pengawas yang main-main dalam bekerja sampai disuap maka
harus diambil tindakan tegas. "Bu Menaker harus tegas, termasuk meminta gubernur tegas bila
ada pengawas nakernya yang tidak jelas dalam bekerja. Bu Menaker jangan mau disuap, maka
lagi meminta setoran dari pengawas ketenagakerjaan melalui dirjennya. Ini jangan sampai
terjadi," kata dia.
Menurut Timboel, Menaker harus berani memperbaiki sistem pengawasan ketenagakerjaan dan
menghentikan dugaan praktik korup yang selama ini disampaikan Serikat Pekerja (SP)-Serikat
Buruh (SB) yang terjadi baik di tingkat kementerian hingga propinsi. Bila perlu pejabat pengawas
yang main-main langsung diganti. " Saya masih menaruh harapan adanya perbaikan di
pengawasan ketenagakerjaan ke depan, dan Bu Menaker bisa membuat legacy baik buat buruh,"
kata dia.
Sumber: BeritaSatu.com.
91