Page 159 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 11 NOVEMBER 2021
P. 159

Gubernur  Jatim  untuk  melakukan  demonstrasi.  Mereka  datang  dari  Pasuruan,  Mojokerto,
              Sidoarjo, Gresik, Tuban, Bojonegoro hingga Jember.
              Sekretaris  KSPI  Provinsi  Jawa  Timur,  Jazuli  mengatakan  kedatangan  mereka  adalah  untuk
              menuntut kenaikkan upah. Selain menuntut kenaikkan upah mereka juga membawa beberapa
              isu.

              Isu pertama adalah penolakan Omnibus Law (UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja). Mereka
              mendesak  Mahkamah  Konstitusi  mengabulkan  permohonan  Judicial  Review  yang  diajukan
              FSPMI.

              Kedua,  menolak  Pembuatan  Perjanjian  Kerja  Bersama  (PKB)  di  dalam  perusahaan  tanpa
              menggunakan Omnibus Law UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Ketiga, meminta untuk
              tetap berlakukan  Upah Minimum  Sektoral  Kabupaten  atau Kota  (UMSK)  tahun  2022  di  Jawa
              Timur.

              Keempat, mendesak agar Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa bisa segera menetapkan
              UMSK  (Upah  Minimum  Sektora  Kabupaten  (UMSK)  Mojokerto  tahun  202I.  Kelima,  meminta
              Khofifah untuk segera mewujudkan upah layak dan berkeadilan di Jawa Timur.

              "Menuntut untuk menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Timur tahun 2022 sebesar
              Rp3,4 juta. Angka itu didapat dari data yang disajikan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk dijadikan
              parameter pengali kenaikan UMP Jawa Timur tahun 2022," terang dia.

              Keenam, meminta Gubernur Jawa Timur untuk mengevaluasi kinerja Dinas Tenaga Kerja dan
              Transmigrasi Provinsi Jawa Timur khususnya bidang Pengawas Ketenagakerjaan.

              Bukan hanya menyuarakan kesejahteraan buruh, para pendemo juga bersolidaritas terhadap
              kesejahteraan nelayan dengan menyuarakan penolakan terhadap PP No. 85 Tahun 2021 tentang
              Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dikeluarkan Kementerian
              Kelautan dan Perikanan (KKP) RI.

              Hal tersebut kata Jazuli pada pasalnya PP 85 tahun 2021 sangat merugikan masyarakat, pelaku
              dan pekerja bidang kelautan dan industri perikanan. Nelayan tradisional mengklaim kesulitan
              dengan besaran tarif PNBP pada jenis kapal ikan dengan kapasitas antara 5 Gross Ton (GT)
              hingga 1.000 GT.

              "Belum lagi perpanjangan perizinan dan dokumen kapal di sejumlah instansi masih terkesan
              lamban," jelasnya.

              Karena  sebelumnya,  lanjut  dia,  kapal  jenis  5  GT  hingga  1000  GT,  biasa  dikenakan  PNBP
              bervariasi minimal sekitar Rp 20 juta sampai Rp 30 juta per tahun. "Karena memberatkan dan
              merugikan masyarakat kecil hingga nelayan teradisional," terangnya saat demo buruh di kantor
              Gubernur Jatim.

              (*).














                                                           158
   154   155   156   157   158   159   160   161   162   163   164