Page 270 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 10 SEPTEMBER 2021
P. 270
Ringkasan
Ketua Kamar Dagang dan Industri atau Kadin DKI Jakarta Diana Dewi membeberkan penetapan
upah minimum provinsi atau UMP 2022 tidak lagi berdasar pada komponen kebutuhan hidup
layak (KHL).
AMANAT UU CIPTAKER, PENETAPAN UMP 2022 TANPA PERUNDINGAN DAN KHL
BURUH
Ketua Kamar Dagang dan Industri atau Kadin DKI Jakarta Diana Dewi membeberkan penetapan
upah minimum provinsi atau UMP 2022 tidak lagi berdasar pada komponen kebutuhan hidup
layak (KHL). "Hal ini yang disinyalir oleh teman-teman pekerja menjadikan pemberian upah
murah, di samping telah dihapuskannya upah minimum sektoral," kata Diana melalui keterangan
tertulis, Kamis (9/8/2021).
Selain itu, kata Diana, penetapan UMP tahun depan yang berdasar pada Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan sebagai turunan Undang Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tidak lagi memberi ruang perundingan secara bipartit. "Tidak
lagi dibuka kesempatan untuk dapat melakukan perundingan secara bipartit untuk dapat
melakukan penyesuaian upah, namun saat ini berpedoman pada struktur dan skala upah," kata
dia.
Kendati demikian, dia mengimbau pihak pengusaha untuk dapat adil terkait penetapan UMP
tahun depan tersebut. Apalagi, kata dia, saat ini kondisi perekonomian nasional sudah mulai
tumbuh kembali.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar
menilai negatif penetapan upah minimum provinsi atau UMP tahun 2022 yang berdasar pada
perhitungan makro perekonomian tahun berjalan. Pasalnya, serikat pekerja tidak memiliki ruang
untuk menegosiasikan kebutuhan riil mereka.
"Dari proses demokratasisasi ini menurun. Kita tidak ada lagi ruang bernegosiasi, tidak ada lagi
ruang untuk memastikan bagaimana kondisi riil di lapangan, ini kan berdasar data-data saja dari
Badan Pusat Statistik [BPS]," kata Timboel melalui sambungan telepon kepada Bisnis, Rabu
(8/9/2021).
Berdasar pada pasal 26 ayat 3 PP Nomor 36 Tahun 2021 disebutkan perhitungan batas atas UMP
diperoleh dari rata-rata konsumsi per kapita dikali dengan rata-rata banyaknya anggota rumah
tangga lalu dibagi rata-rata banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja setiap rumah
tangga.
Sementara itu, batas bawah UMP diperoleh dari perhitungan 50 persen dari batas atas UMP.
Belakangan nilai UMP yang berlaku disesuaikan pada rentang nilai tertentu di antara batas atas
dan batas bawah UMP pada wilayah terkait. "Kalau batas atas itu lebih rendah dari pada UMP
tahun berjalan maka dia tidak naik upah. UMP-nya tidak naik pakai UMP tahun berjalan. Gubernur
tidak boleh menyimpang dari itu," kata dia.
Di sisi lain, ketentuan ihwal standar Hidup Layak atau KHL dihapus dari perhitungan UMP tahun
depan. Seluruh, komponen penghitungan menggunakan indikator makro pertumbuhan ekonomi
dan konsumsi masyarakat. "Kalau kita lihat KHL ini harusnya dilihat realitasnya di lapangan.
Makanya harus survei ke pasar tidak berdasar pada data-data di BPS. Misalnya, inflasi itu kan
menghitung barang yang sangat rendah sampai mewah. Menurut saya ini bias," tuturnya.
269