Page 12 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 6 SEPTEMBER 2021
P. 12
"Sistem mitra ini paling aneh, ada yang daftar dari vendor atau pihak ketiga itu malah ada biaya
adminnya kalau mau kerja Motor punya kita, tunjangan tidak ada, uang bensin, uang parkir dan
lainnya kita tidak dikasih," sesalnya.
Selain persoalan upah, jam kerja, dan status yang tidak jelas, profesi kurir ini juga rentan kena
sasaran amuk konsumen yang tak paham sistem cash on delivery (COD) alias bayar di tempat.
Seperti kisah viral yang baru-baru ini menimpa seorang kurir SiCepat Ekspress di kawasan
Ciputat, Tangerang Selatan, Banten.
Merasa menerima barang tidak sesuai pesanan, seorang konsumen mengancam sang kurir
dengan menggunakan pedang samurai. Belajar dari peristiwa itu, kini SiCepat Exspress
mengarahkan konsumen COD yang komplain untuk langsung menghubungi call center SiCepat
Exspress. "Nanti langsung kami fasiltasi bertemu dengan pihak penjual," jelas Hendri.
Prihatin dengan kehidupan kurir, Emancipate Indonesia bersama dengan komunitas lain
membentuk Serikat Pekerja 4.0 yang membuat petisi #LindungiKurir. Petisi yang ditujukan
kepada Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah itu meminta agar ada regulasi khusus
yang bisa memberikan perlindungan terhadap para kurir.
Dalam petisi itu, terdapat lima hal yang diminta kepada Ida Fauziyah, antara lain bantuan hukum
untuk mendapatkan jaminan keselamatan kerja, skema pendapatan yang layak, beban kerja
manusiawi, dan edukasi massal terhadap para pengguna jasa COD di berbagai marketplace di
Indonesia.
Sampai dengan Kamis (2/9), petisi sudah ditandatangani 8.552 orang. "Kurir sering sekali
mendapat cacian dan ancaman, sedangkan pendapatan yang mereka terima tidak
sebanding,"ujar Margianta Surah-man, Executive Director Emancipate Indonesia.
Dalam pantauan mereka, tarif kurir di wilayah Jakarta kini hanya berkisar Rp 1.700-Rp 2.000 per
kilometer (km). Kondisi itu miris mengingat perannya sekarang sangat dibutuhkan di tengah
meningkatnya tren belanja online, terlebih di masa pandemi Covid-19 ini.
Yang jelas, Margianta menyebut gerakan ini dilakukan agar semua kurir mendapatkan standar
perlindungan yang layak, bukan malah justru dijadikan budak korporat.
Respon Kemnaker
Merespon petisi tersebut, Kamis (12/8) lalu jajaran Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) yang
dipimpin langsung oleh Menaker Ida Fauziyah langsung menggelar pertemuan dengan sejumlah
kurir dari berbagai perusahaan ekspedisi dan elemen pendamping lainnya. Antara lain
Emancipate.id, Asosiasi Driver Online, TURC, Lalamok, Serikat Pekerja 4.0 serta sejumlah
akademisi dari Universitas Gadjah Mada.
Dalam pertemuan yang berlangsung selama 2,5 jam tersebut, sejumlah keluhan kurir dan driver
mengalir dan ditanggapi oleh Kemnaker. Keluhan itu mulai dari persoalan minimnya tarif per
kilometer (km) yang mereka terima, jam kerja yang panjang (10-12 jam), perlakuan konsumen
yang tidak bersahabat, pola kemitraan yang tidak sehat, ketiadaan regulasi yang melindungi
mereka, hingga perjanjian kerja yang hanya berbentuk lisan dan banyak lagi.
Mendengar keluhan tersebut, Menaker pun berjanji akan membuat regulasi yang khusus
melindungi profesi kurir. Calon beleid itu akan mengevaluasi pola kemitraan agar posisi tawar
kurir terhadap aplikator, maupun perusahaan jasa pengantar barang dapat lebih setara.
"Hubungan kemitraan jangan sampai membatasi hak dan keselamatan kerja para driver," ucap
Menaker Ida.
11