Page 22 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 10 JULI 2020
P. 22
mengalami penganiayaan. "Hasil visum sudah keluar, hasilnya jelas ada penganiayaan," kata
dia, kemarin.
Kepolisian mensinyalir kasusinimasihsatujaringan dengan kasus melompatnya dua ABK dari
kapal Cina di perairan Karimun. Benang merahnya adalah ABK yang terjun atas nama Reynalfi
dan Hasan Afriadi dibei-angkatkan oleh agen yang sama, yaitu PT Mandiri Tunggal Bahari (MTB).
Pengungkapan kasus ini terjadi lantaran kepolisian beserta TNI Angkatan Laut menangkap kapal
Lu HuangYuan Yu 117 dan Lu HuangYuan Yu 118 di perairan Pulau Nipah, Batam, Kepulauan
Riau, pada Rabu lalu. Penangkapan terjadi setelah polisi mendapat informasi dari Badan Intelijen
Negara. KRI Bubara 868---kapal milik TNI Al---dan Kapal Polisi 2006 dikerahkan menangkap
kedua kapal tersebut yang sempat mencoba kabur ke perairan Singapura.
Korban meninggal akibat sakit yang dialaminya saat bekerja di kapal Lu Huang Yuan Yu 118. Ia
sering mengalami kekerasan fisik, seperti tendangan di bagian dada dan dipaksa bekerja dalam
kondisi sakit. Ia meninggal saat kapal menangkap cumi-cumi di perairan Argentina pada 20 Juni
lalu. Jasad korban disimpan di dalam lemari pendingin kapal dan baru dikeluarkan 15 hari
setelah meninggal. Kondisinya di dalam lemari pendingin berpakaian lengkap dan diselimuti
sehelai kain.
Rekan korban di kapal yang sama bernama Ali, 20 tahun, menceritakan bahwa korban sudah
sakit sekitar satu bulan sebelum akhirnya meninggal. Ia juga menyampaikan bahwa pekerja di
kapal itu bekerja di bawah tekanan dan kekerasan. "Ya, kami sering dipukul," kata dia.
ABK lainnya, Jeremi, 24 tahun, mengatakan dia sering bekerja selama 24 jam dengan istirahat
selama 20 menit. Kondisi ini berlangsung sejak kontrak disetujui pada Januari lalu. Ia pun sudah
mengontak keluarganya dan memberitahukan kondisi pekerjaannya itu. Ia mengetahui bahwa
Hasan meninggal ketika proses pemindahan cumi-cumi di perairan India pada 28 Juni lalu.
Rekan korban ini yang kemudian menginformasikan kabar meninggalnya Hasan kepada
keluarganya di Lampung. Jeremi juga yang menjadi pelapor yang berujung ditangkapnya kedua
kapal. Namun, Jeremi tak luput dari beragam penyiksaan di kapal itu. "Perlakuan mereka kasar,
kami dipukul dan ditekan," kata dia.
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch Indonesia, Moh Abdi Su-hufan, mengatakan
berulangnya kasus penyiksaan ABK ini lantaran banyaknya pintu pemberangkatan ABK untuk
bekeij a di kapal berbendera asing. Hal yang berbahaya adalah ketika ABK berangkat secara
mandiri dengan dibantu agen yang tidak memiliki izin resmi, misalnya, PT MTB yang diketahui
tidak memiliki izin, seperti Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPPAK)
dari Kementerian Perhubungan dan Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran (SP3MI)
dari Ke-menterian Ketenagakerjaan. "Rekrutmen bermasalah dan yang diberangkatkan tak
memiliki kompetensi," kata dia saat dihubungi, kemarin.
Pelaksana tugas Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan
Kesempatan Kerja Kemnaker, Aris Wahyudi, mengatakan pihaknya sudah menindaklanjuti
informasi ini. Ia menjelaskan bahwa akar masalah kejadian seperti ini berulang adalah
perdagangan orang,, terbatasnya pengetahuan masyarakat soal bekerja di laut, dan kondisi
ekonomi masyarakat.
Aris mengimbuhkan, pihaknya sudah mengajukan rancangan peraturan pemerintah mengenai
penempatan dan perlindungan awak kapal niaga dan awak kapal perikanan untuk mengatasi
agar kejadian ini tidak berulang. Rancangan ini sudah dibicarakan lintas kementerian dan
disinkronkan di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia."Sekarang sudah mengalir ke
Sekretariat Negara. Nantinya semua penempatan PMI (pekerja migran Indonesia) memakai
SP3MI," tutur dia, kemarin.
21