Page 104 - Berita Omnibus Law Cipta Kerja 17-18 Februari 2020
P. 104
peran serta masyarakat tidak terakomodir, draft RUU yang muncul terus berganti sehingga kerap kali
disebut hoaks.
Demikian juga dengan materialnya yaitu substansi pasal-pasal di draft RUU ini khususnya di klaster
ketenagakerjaan, menyiratkan secara terang-terangan penurunan manfaat kepada pekerja.
Sebagai contoh, kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang menghilangkan penggantian hak
dan tertulis di pasal 156 ayat 4 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, serta menurunkan
nilai penghargaan masa kerja (pasal 156 ayat 3) menjadi maksimal 8 kali.
Demikian juga dengan proses PHK yang dipermudah seperti pasal 161 yaitu pelanggaran peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama tanpa lagi harus diberikan surat peringatan. Pasal 168
tentang mangkir lima hari berturut-turut tanpa lagi ada kewajiban pengusaha memanggil kerja dua
kali secara patut dan layak.
Dia menilai, banyak lagi yang harus dikritisi dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja seperti
nilai kompensasi PHK yang sebelumnya diatur UU Nomor 13 Tahun 2003, di draft RUU justru
kewenangan ada di tangan pemerintah eksekutif melalui peraturan pemerintah.
"Jadi, nanti pemerintah bisa mengubah kompensasi PHK sendiri. Masih banyak hal lain yang harus
dikritisi karena memang banyak hal yang turun. Oleh karenanya memang proses perundingan draft
RUU ini antara DPR dan pemerintah menjadi hal penting untuk dikawal oleh masyarakat." tegasnya.
Menurut BPJS Watch, Komisi IX DPR RI pernah berjanji kepada Serikat Pekerja atau buruh untuk
melakukan pembahasan dengan pemerintah secara terbuka. Tentunya janji ini biasa dilakukan dengan
membolehkan masyarakat menyaksikannya dari mimbar atas atau balkon di Gedung Legislatif DPR RI.
Namun dalam tata tertib (tatib) DPR ada juga mekanisme pembahasan yang dilakukan tertutup dan
ini menjadi hal lumrah dilakukan.
"Nah untuk pembahasan tertutup, saya kira ini yang harus diminimalisir. Semoga semuanya bisa
diakses langsung oleh publik," ujarnya Pasalnya, keterbukaan akses penting sekali mengingat draft
RUU Omnibus Law yang dibuat pemerintah sangat rahasia dan sulit diakses publik. Timboel juga
menjelaskan, sebelumnya dalam Surat Keputusan (SK) Menko Perekenomian Nomor 121 Tahun 2020,
dalam pasal 2-nya disebut tugas tim yang melibatkan para Serikat Pekerja atau buruh akam membuat
substansi RUU dan regulasi.
Kenyataannya saat implementasi tidak berjalan sesuai SK. "Surat Keputusan Nomor 121 itu hanya
basa-basi," tegasnya.
Adapun catatan penting keterbukaan pembahasan RUU Omnibus Law, menurut BPJS Watch akan
sangat berperan untuk memastikan beberapa hal, antara lain: 1. Adanya keterbukaan dari anggota
DPR dalam pembahasan RUU tersebut sehingga publik tahu pembahasan pasal per pasal dan
argumentasinya serta kaitannya dengan UU Nomor 13, UU Nomor 40 Tahun 2004 dan UU Nomor 24
Tahun 2011 yang masih eksis saat ini.
Rakyat wajib tahu kualitas pembahasannya sehingga kualitas RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
benar-benar baik sehingga tidak mudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Ini juga akan
memastikan apakah memang DPR memperjuangkan rakyat atau tidak.
2. Keterbukaan tersebut sangat penting mengingat DPR dikuasai oleh parpol koalisi pemerintah,
sehingga janji-janji yang pernah disampaikan anggota DPR bahwa mereka tetap berjuang untuk rakyat
walaupun mereka anggota dari parpol koalisi. Masyarakat bisa melihat langsung anggota DPR tersebut
apakah konsisten berjuang untuk rakyat atau takut sama ketua umum parpol koalisi.