Page 195 - Berita Omnibus Law Cipta Kerja 17-18 Februari 2020
P. 195

la khawatir, keberadaan omnibus law cipta lapangan kerja akan merugikan kaum buruh. Apalagi jika
               dalam  praktiknya  nanti,  omnibus  law  menghilangkan  upah  minimum,  menghilangkan  pesangon,
               membebaskan buruh kontrak dan outsoursing (fleksibilitas pasar kerja), mempermudah masuknya
               TKA, menghilangkan jaminan sosial, dan menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha.

               "Jika pemerintah serius ingin menghilangkan hambatan investasi dalam rangka penciptaan lapangan
               kerja,  maka  pemerintah  jangan  keliru  menjadikan  masalah  upah,  pesangon,  dan  hubungan  kerja
               menjadi hambatan investasi," bebernya.

               Korupsi

               Menurut World Economic Forum, dikatakan Said dua hambatan utama investor enggan datang ke
               Indonesia, yakni masalah korupsi dan inefisiensi birokrasi. Iqbal mengungkapkan, beberapa pasal RUU
               Omnibus  Law  CiLaKa  yang  bertentangan  dengan  UU  ketenagakerjaan  Nomor  13  Tahun  2003  di
               antaranya terkait izin penggunaan tenaga kerja asing (TKA).
               Dalam RUU menyebutkan pemberi kerja wajib memiliki pengesahan rencana penggunaan TKA dari
               pemerintah pusat. Padahal dalam UU Ketenagakerjaan setiap pemberi kerja wajib memiliki izin tertulis
               dari Menteri Ketenagakerjaan.

               "Sebelumnya  harus  ada  rencana  penggunaan  TKA  dan  izin  tertulis  untuk  mendapatkan  izin  kerja
               (IKTA). Tanpa izin, TKA bebas keluar masuk," terangnya.

               Kemudian Pasal Hubungan Kerja, menurut lqbal pengusaha lebih kuat dari buruh, sehingga pengusaha
               bisa menentukan jangka waktu pekerja kontrak. Baik itu hari atau kontrak seumur hidup. Demikian
               juga  terkait  waktu  kerja.  Pengusaha  bisa  mengatur  jam  kerja  secara  fleksibel.  "Pekerja  bisa
               dipekerjakan tanpa batas waktu yang jelas," ucapnya.

               Iqbal juga menegaskan, Pasal Upah pun rentan dipermainkan dalam RUU omnibus law CiLaKa. Bahkan,
               Formula penetapan upah minimum bisa lebih rendah dari formula PP 78/ 2015. Selain itu, pasal dalam
               RUU  omnibus  law  CiLaKa  bisa  menghapus  upah  minimum  kabupaten/  kota  dan  upah  minimum
               sektoral.

               "Formula  dalam  PP  78/  2015  Tentang  penetapan  upah  saja  ditolak  buruh,  karena  tidak  ada
               perundingan dengan SR Bagaimana kalau penetapan upah ini lebih rendah dari PP 78/ 2015 dan tanpa
               melalui perundingan dengan buruh," tegasnya.
               Ketua  Harian  KSPI  Muhamad  Rusdi  mengatakan,  kebijakan  pemerintah  menerbitkan  PP  78/2015
               untuk menahan laju kenaikan upah minimum telah berdampak pada turunnya daya beli buruh dan
               masyarakat.
               Selain itu juga berdampak pada stagnannya angka konsumsi rumah tangga. Daya beli yang menurun,
               menurut Rusdi, juga terjadi akibat dicabutnya berbagai macam subsidi. Seperti kenaikan BBM, listrik,
               gas, hingga kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
               "Itulah sebabnya, kami juga menyuarakan penolakan terhadap kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Karena
               kebijakan tersebut akan menurunkan daya beli masyarakat,'' tegasnya.

               Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menuturkan, draft RUU omnibus law
               CiLaKa  telah  diserahkan  ke  pimpinan  DPR  RI.  Draft  selanjutnya  akan  dibahas  dan  disempurnakan
               bersama DPR dan serikat pekerja.

               "Komitmen pelindungan tenaga kerja dalam Omnibus Law sudah kami bahas bersama serikat buruh
               dan asosiasi pengusaha. Nanti pembahasan di DPR tetap melibatkan serikat buruh," jelasnya.

               Safari
   190   191   192   193   194   195   196   197   198   199   200