Page 75 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 21 JULI 2020
P. 75
Wahyu mengatakan bahwa pihak-pihak yang menolak RUU Ciptaker agar berdialog dengan
pemerintah dan DPR. Dia melanjutkan, dengan berdialog diharapkan jalan tengah ditemukan
demi kepentingan bangsa dan negara. "Ruang diskusi dengan pemerintah masih terbuka. Segala
aspirasi saya kira bisa diakomodir," kata Wahyu dalam keterangan, Senin (20/7).
Dia berpendapat, semua pihak harus melihat dampak dari penerapan Omnibus Law Cipta Kerja
secara utuh dan jernih. Menurutnya, produk hukum tersrbut bisa jadi memiliki banyak dampak
positif bagi perekonomian Indonesia. "Kita harus melihat ini secara utuh dan jernih. Kalau masih
banyak orang yang mendapatkan dampak positifnya, sebaiknya kebijakan ini diambil saja," kata
Wahyu.
Secara terpisah, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Arief
Mufraini mengataan RUU Cipta Kerja berpeluang mendorong pertumbuhan investasi syariah. Ia
melihat RUU ini akan menciptakan ekosistem investasi yang lebih baik.
"Mengurus sertifikasi halal bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dalam RUU Cipta Kerja disebutkan
dibebaskan dari biaya," katanya.
Tapi menurutnya, kemudahan dalam perizinan dan sertifikasi halal saja tidak cukup untuk
menggenjot pertumbuhan investasi syariah. Arief juga menilai penting peran mengindahkan
kualitas produk agar bisa bersaing secara global dan mendorong investor luar negeri teratrik
menanamkan modal.
Apalagi, menurut Arief, saat ini UMKM-UMKM dan industri halal Indonesia memiliki peluang
bersaing secara global. Hal itu mengingat Indonesia saat ini termasuk sepuluh negara besar di
dunia yang mengembangkan industri halal. Dalam hal ini, konsumen muslim di luar negeri cukup
tinggi permintaan terhadap produk halal, terutama di negara-negara yang mayoritas
penduduknya bukan muslim. "Produk-produk halal Indonesia bisa menjadi keunggulan
kompetitif (competitive advantage) untuk memasuki persaingan perdagangan global. Hal itu
mengingat persaingan perdagangan produk-produk halal di dunia tidak seketat produk-produk
konvensional," jelas dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta periode 2015-2018.
74