Page 109 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 22 DESEMBER 2020
P. 109
Survei kami juga, 89 persen peserta itu ketika mendaftar tidak kerja. Dan kalau bekerja pun, di
sektor informal dengan pendapatan hanya Rp 1,2 juta atau setara 44 persen upah buruh
nasional. Sebanyak 1,7 persen mantan Pekerja Migran dan 2,1 persen dari kabupaten tertinggal.
Jadi sekali lagi, buat saya ini jadi tantangan bagaimana kita membuat mereka percaya pada
program ini dan mau memanfaatkan program ini untuk banyak dapat keterampilan dan sertifikat.
Sehingga daya saingnya ketika melamar pekerjaan lebih tinggi. Kalau enggak, mereka hanya
berbekal ijazah SMA, diploma, atau kuliahnya. Tidak ada keterampilan khusus yang bisa
ditonjolkan.
Jadi kalau ada sertifikat keterampilan tertentu yang dia miliki, kan mestinya akan jadi nilai
tambah di mata HRD.
Saya sudah ketemu di Ternate, Jayapura, Denpasar, Tanjung Selor, Manado, Bandung, Banten,
dan terakhir Semarang. Jadi kisah mereka sangat beragam, tapi hampir semuanya terdampak
pandemi, dirumahkan, belum dapat pekerjaan. Terus ada yang enggak dapat pekerjaan dan ada
juga yang sudah berlatih banyak sekali.
Ada yang dulunya tenaga, usianya 42 tahun, dirumahkan, terus ikut pelatihan Kartu Prakerja,
sekarang sudah jadi supervisor di salah satu perusahaan telekomunikasi swasta. Jadi sebelumnya
dia merasa putus harapan, tapi kemudian ambil pelatihan bagaimana memasang iklan di
Facebook dan Instagram. Pas kebetulan ada lowongan, dia daftar dengan sertifikat pelatihan itu,
dan diterima. Terus setelah beberapa saat dia ditanya apakah bisa membuat iklannya sendiri.
Dia bilang bisa, padahal belum bisa. Jadi, dia kemudian ambil pelatihan kedua yaitu Photoshop,
dan langsung bikin iklannya. Sekarang dia sudah jadi supervisor yang membawahi 5 kabupaten
dan 2 kota.
Jadi banyak kisah dari teman-teman. Ada yang bingung bagaimana menggunakan Rp 600 ribu
uangnya. Akhirnya beli anak itik. Rp 25 ribuan. Dibesarkan, 3 bulan kemudian dijual Rp100 ribu
per ekor di restoran. Ada pula yang beli mesin jahit bekas buat bikin masker. Jadi banyak inisiatif
dari teman-teman Prakerja.
Jadi saya berkesimpulan mereka ini pejuang, sebaiknya kita dukung, jangan kita sok tahu oh itu
pelatihan ecek-ecek. Harusnya coding. Ya coding tentu ada, tapi enggak buat semua orang. Ini
pesertanya 5,6 juta orang lho, dari Sabang-Merauke. Bukan cuma seratus atau seribu orang.
Kita juga sebaiknya enggak usah sok tahu insentif harusnya buat ini itu, enggak usah. Teman-
teman Prakerja ini bijak kok dalam menggunakan insentif. Karena catatan kami, sebagian besar
buat beli pangan, listrik, BBM, pulsa, dan modal usaha. Yang modal usaha ini membantu mereka
jadi usahawan baru. Jadi ada semacam dampak tak langsungnya juga dari insentif ini, yang
ternyata bisa mendukung kewirausahaan.
Kartu Prakerja ini seperti kartu kredit, punya 16 digit, tapi tanpa ada kartu fisik. Karena memang
tidak perlu ada kartunya juga untuk bisa jadi alat pembayaran digital. Jadi ini bukan kartu biasa.
Karena tidak ada wujud kartunya.
, bukan kartu biasa, karena tidak hanya berikan uang, tapi menawarkan ribuan pelatihan yang
bisa dipilih sendiri. Ada tuh yang bisa ikut sampai 18 pelatihan. Tapi ada juga yang cuma 2,
karena pelatihannya webinar, mahal. Artinya dipilih dan dimaksimalkan sendiri.
Sepertinya fitur semi-bansos akan dilanjutkan, setidaknya di kuartal I 2021. Tapi di kuartal II
apakah fitur semi-bansos ini akan dihilangkan apa tidak, kami tunggu keputusan Komite (Cipta
Kerja).
Kedua, banyak yang berharap agar pelatihan offline dimulai. Tapi perlu disadari bahwa pelatihan
offline lebih mahal. Jadi dengan jumlah uang yang kini hanya separo (Rp 10 triliun), penerimanya
108