Page 105 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 22 DESEMBER 2020
P. 105

Hal yang sama terjadi di Jepang. Pada 11 November ada 17 warga Indonesia yang datang ke
              sana  hendak  magang  dinyatakan  positif  Covid-19  tanpa  gejala.  Padahal  mereka  sudah
              mengantongi sertifikat negatif Covid-19 tiga hari sebelum keberangkatan.

              Sekretaris Jenderal Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Bobby Alwi, mengaku tidak kaget
              dengan keputusan pemerintah Taiwan. Pasalnya, ia menerima laporan ada sebuah perusahaan
              penyalur TKI ke Taiwan yang menggunakan klinik kebidanan untuk melakukan tes PCR.

              Laporan lain, ada perusahaan penyalur TKI di Jawa Barat yang memaksakan mengirim pekerja
              migran ke Taiwan meskipun ada salah satu calon pekerja yang terpapar virus corona dengan
              menggunakan hasil tes fiktif.

              "Pihak dari Pos Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (P4TKI) sudah
              menyuruh agar tidak dibawa untuk orientasi pra penempatan dan disuruh melakukan tes, tapi
              tidak dipatuhi dan terjadi pemberangkatan," imbuh Bobi Alwi kepada BBC News Indonesia.

              Itu mengapa ia dan Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo, mendesak pemerintah agar
              mengevaluasi  kembali  laboratorium  yang  melakukan  pemeriksaan  tes  Covid-19  kepada  para
              pekerja migran.

              Agar tidak ada sangkaan tes virus corona di Indonesia "dilakukan secara abal-abal".

              Pakar Biologi Molekuler, Ahmad Rusdan Handoyo Utomo, memperkirakan jumlah laboratorium
              yang mengikuti standar Kementerian Kesehatan melakukan tes PCR (polymerase chain reaction)
              tidak sampai 200.

              Data itu ia peroleh ketika menggelar survei mengenai kelengkapan sarana tes virus corona.

              "Tapi  pada  waktu  itu,  kami  tidak  ke  lapangan  mengecek  langsung,"  imbuh  Ahmad  Rusdan
              kepada BBC News Indonesia.

              Munculnya persoalan di Taiwan, katanya, harus menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah untuk
              menyamakan standar pengetesan Covid-19 di Indonesia.

              Kalau perlu, melakukan audit internal terhadap ratusan laboratorium tersebut.

              "Karena  sudah  ada  ratusan  laboratorium,  saatnya  untuk  melakukan  internal  audit  bersama.
              Dimulai dari laboratorium yang dipermasalahkan Taiwan." "Kita cari tahu apakah laboratorium
              sudah mengikuti standar minimal? Karena kalau menggunakan kit komersil, kita ingin pastikan
              petugas  laboratorium  melakukan  sesuai  standar  instruksi  kit.  Karena  tiap-tiap  kit  berbeda."
              Dalam  mengaudit  ratusan  laboratorium  itu  pula,  ia  menyarankan  agar  pemerintah  turut
              mengecek petugas yang melaksanakan tes usap hidung.

              "Audit juga dari teknisinya, di- training dimana? Apa bukti mereka telah di- training dengan baik?
              Karena PCR tidak bisa plug and play. Di situ banyak sekali manipulasi tangan." Hal lain yang
              perlu diperhatikan pemerintah, katanya, adalah standar nilai hasil PCR di tiap-tiap negara. Secara
              umum rata-rata ambang positif virus corona di berbagai negara di bawah 40.

              "Ada juga yang di bawah 35 nilai PCR-nya dinyatakan positif. Nah ada tidak standar sedetail itu?
              Kalau  ada,  pemerintah  harus  menyesuaikan."  Selain  itu,  ia  menyarankan  pemerintah  agar
              memperpendek waktu pengetesan bagi pekerja migran yang akan berangkat, yakni minimal dua
              hari sebelum keberangkatan. Tujuannya demi akurasi tes.






                                                           104
   100   101   102   103   104   105   106   107   108   109   110