Page 34 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 03 JANUARI 2020
P. 34
"Tanpa posisi setara, serikat buruh hanya akan menjadi stempel karet kebijakan-
kebijakan untuk mengebiri hak-hak buruh," lanjutnya.
Menurut Ilhamsyah, kebijakan omnibus law bidang ketenagakerjaan intinya ingin
membuat pasar kerja lebih fleksibel dan melemahkan daya (posisi) tawar buruh,
sehingga tidak bisa berserikat. Kebijakan itu nanti akan memudahkan buruh untuk
terkena PHK atau dikurangi jam kerjanya jika berserikat dan bersikap kritis.
Pelanggaran terhadap hak untuk berserikat ini akan membuka ruang pelanggaran
lainnya seperti upah lembur, hak maternitas, dan keselamatan kerja.
Dia mencatat pemerintah (melalui kebijakannya) seringkali memberi berbagai
bentuk insentif (kemudahan) bagi pengusaha. Tapi hal serupa tidak dilakukan untuk
kalangan buruh. Buruh seolah menjadi tumbal untuk menggenjot peningkatan
ekonomi. Karena itu, KPBI menuntut pemerintah membatalkan pasal-pasal
ketenagakerjaan dalam omnibus law dan RUU Cipta Lapangan Kerja.
Padahal, kata dia, ada cara lain yang lebih baik untuk menggenjot peningkatan
ekonomi dan investasi yakni memberantas korupsi, efisiensi birokrasi, akses
pembiayaan dan regulasi perpajakan. Hal ini sebagaimana survei yang dilansir World
Economic Forum Tahun 2019. "Dalam survei itu tidak ada yang menyebut sektor
ketenagakerjaan menjadi penghambat investasi," tegasnya.
Libatkan pemangku kepentingan
Sekjen OPSI Timboel Siregar menerangkan rencana pemerintah menggulirkan RUU
Cipta Lapangan Kerja untuk membuka lapangan kerja dan menurunkan tingkat
pengangguran. Data BPJS per Februari 2019 menyebutkan tingkat pengangguran
terbuka (TPT) sekitar 5,01 persen atau 6,28 juta orang. Dengan jumlah orang yang
bekerja sebanyak 129 juta, terdiri dari pekerja formal 42,4 persen dan informal 57,6
persen.
Dia menilai ada sejumlah pasal dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan yang akan diatur kembali dalam RUU Cipta Lapangan Kerja, antara
lain PHK, pesangon, outsourcing, upah, PKWT (kontrak kerja), TKA. "Dalam
membahas persoalan ini, pemerintah seharusnya mengajak seluruh pemangku
hubungan industrial terutama serikat buruh," saran Timboel.
Baginya, rencana pemerintah membuka ruang makin lebar bagi TKA merupakan
ancaman penurunan tingkat pengangguran terbuka (TPT). Padahal, ketentuan yang
ada saat ini, seperti Permenaker No.11 Tahun 2019 tentang TKA, sudah memberi
ruang besar bagi TKA untuk bekerja di Indonesia. Jika kran masuknya TKA terus
dibuka lebar dan tidak diperketat, Timboel khawatir jumlah TKA semakin melimpah
dan tenaga kerja lokal semakin terpinggirkan.
"Pemerintah harus memastikan lapangan kerja yang akan dibuka nanti sebesar-
besarnya untuk pekerja Indonesia," pintanya.
Page 33 of 59.