Page 28 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 29 JUNI 2020
P. 28
internasional (seperti Indonesi-a-European Union Comprehetisive Econotnic Partnership Agree-
ment). Selain itu, Indonesia juga telah menandatangani banyak Perjanjian Penanaman Modal
Bilateral {Bilateral Investment Treaties) dengan kurang lebih 72 negara, termasuk Singapura,
Inggris, dan Belanda.
Guna merealisasikan reformasi kebijakan dan hukum, Presiden Jokowi telah memprakarsai
berbagai aturan yang memiliki tujuan 'streamlining' atau penyederhanaan atas berbagai moda
perizinan atau lisensi yang sebelumnya dikelola oleh banyak kementerian terkait, sehingga
menjadi berada di bawah Badan Pengelola Penanaman Modal melalui sistem Online Single
Submission.
Selain itu, terdapat setidaknya 40 peraturan kementerian yang telah dicabut karena bersifat
memperlambat atau menghalangi kegiatan investasi. Proses yang dahulu rumit, memakan
waktu, dan berbiaya besar perlahan diperbaharui menjadi 'one-do-or Service' atau pelayanan
satu pintu yang terpadu, cepat, dan murah di bawah sistem pengawasan online.
Selama ini memang diketahui bahwa banyak peraturan yang saling tumpang tindih, disertai
dengan proses birokrasi berbelit-belit, yang menjadi impedimen terhadap kegiatan investasi di
Indonesia, sehingga tidak jarang menimbulkan keraguan bagi
investor asing. Oleh karena itu, Presiden Jokowi mengajukan sebuah proposal untuk
memberlakukan Omnibus Law atau Undang-undang Omnibus. Instrumen hukum yang
mengatur lebih dari satu area substansi hukum (cross-sectoral) ini ditujukan untuk
menyederhanakan sistem peraturan di Indonesia yang mengalami 'obesitas', sehingga menjadi
sebuah sistem yang ter-harmonisasi dan komprehensif.
Secara etimologis, kata 'omnibus' berasal dari konsep Latin yang berarti 'for air (untuk semua).
Pada tahun 1819, Jacques Lafitte menggabungkan 'omnibus' dengan kata Perancis 'voiture' yang
berarti kereta atau kendaraan umum yang berbadan panjang dan beroda empat untuk
mengangkut penumpang antara dua stasiun yang permanen, dengan tempat duduk yang
memanjang dan pintu masuk di samping, atau yang kini kita kenal sebagai bus.
Analogi bus tersebut sangatlah tepat untuk menggambarkan omnibus sebagai sebuah konsep
hukum, di mana Omnibus Law memang didesain sebagai perangkat hukum cross-sectoral yang
berfungsi mengatur beberapa sektor sekaligus. Otnnibus Law berfungsi untuk memastikan
tercapainya sebuah tujuan strategis seperti penyederhanaan sektor perizinan, pengadaan tanah,
transportasi, maupun ketenagakerjaan demi kelancaran investasi, sebagaimana yang
diharapkan melalui Rancangan Undang-undang Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja) yang sedang
dibahas di parlemen.
Pengaturan Omnibus Law sebagaimana yang telah dijelaskan tersebut tentunya memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kerja sama ekonomi internasional Indonesia. Secara praktis,
negosiasi maupun finalisasi dari sebuah perjanjian internasional kerja sama ekonomi
mengharuskan sebuah keselarasan sistem hukum Indonesia dengan komitmen internasional
yang terkandung di dalam perjanjian tersebut.
Usaha untuk mewujudkan keselarasan tersebut dapat dilihat dari isi RUU Cipta Kerja, di mana
usulan amandemen dari undang-undang yang ada merupakan pertimbangan terhadap
rekomendasi yang diberikan oleh Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization)
selaras dengan komitmen Indonesia dalam perjanjian internasional seperti Perjanjian Umum
Tarif dan Perdagangan (General Agreetnent on Tariffs and Trade). Oleh karena itu, keberadaan
Omnibus Law bisa saja merupakan sebuah solusi hukum yang bersifat 'fast-iraek' atau ringkas
dalam memastikan keselarasan sistem hukum domestik Indonesia dengan tanggung jawab
internasionalnya, dengan memungkinkan prosesi amandemen yang tadinya dapat memakan
waktu lama menjadi lebih cepat
27