Page 50 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 17 DESEMBER 2021
P. 50
Para pekerja migran itu diselundupkan dari pelabuhan tak resmi di Tanjung Uban, Pulau Bintan,
Kepulauan Riau. Hingga berita ini ditulis, penjaga pantai Malaysia menemukan 14 korban selamat
dan 19 tewas. Sementara 17 orang belum ditemukan.
Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani, Kamis (16/12),
menyatakan, Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Johor Bahru belum dapat memastikan asal
pekerja migran Indonesia itu. Namun, dari sejumlah barang yang tercecer di Pantai Tanjung
Balau, diketahui ada sembilan korban dari Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Disebut juga
ada yang dari Cilacap, Jawa Tengah, dan Jember, Jawa Timur.
Pemerintah akan membentuk tim investigasi untuk mengungkap dalang sindikat perdagangan
orang di balik tenggelamnya perahu itu. Siapa yang terlibat akan menerima sanksi.
Untuk itu, lanjut Benny, pemerintah bakal segera mengeluarkan surat keputusan membentuk
tim khusus. Tim tersebut bertugas menginvestigasi secara menyeluruh tenggelamnya perahu
itu.
"Ini adalah tragedi kemanusiaan, kejahatan kemanusiaan. Negara tidak pernah menoleransi
tindakan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan siapa pun, atas nama apa pun, dan dibekingi
siapa pun," tuturnya dalam konferensi pers daring.
Dihubungi terpisah, Ketua Lembaga Advokasi Buruh Migran Lombok Roma Hidayat mengatakan
tengah berada di lapangan untuk memastikan informasi dari BP2MI itu. Ia menyebutkan, Lombok
memang merupakan salah satu daerah kantong asal pekerja migran.
Terus berulang
Kejadian adanya pekerja migran Indonesia yang tewas karena perahu yang mereka naiki
tenggelam seperti Rabu lalu itu sudah berkali-kali terjadi, khususnya di perairan antara
Kepulauan Riau (Kepri) dan Malaysia. "Saya rasa ini disebabkan pengawasan di daerah
perbatasan yang tidak ketat," ujar Roma saat dihubungi dari Batam.
Catatan Kompas, Batam dan Bintan di Kepri memang sering digunakan pekerja migran ilegal
untuk menyeberang ke Malaysia. Pada 20 September 2020, enam orang yang menyeberang dari
Bintan tewas karena perahu yang ditumpangi 15 orang karam di perairan Bandar Penawar,
Malaysia.
Peristiwa paling mengenaskan terjadi 2 November 2016. Ketika itu, kapal pengangkut 93 pekerja
migran Indonesia ilegal dan lima anak balita dari Johor Bahru tenggelam di perairan Batam.
Sebanyak 54 orang meninggal dan 6 orang hilang.
Menanggapi hal itu, Benny menegaskan, BP2MI akan berupaya sekuat tenaga untuk menyeret
semua pihak yang terlibat dalam memberangkatkan pekerja migran secara ilegal tersebut, la
berharap, tragedi tenggelamnya perahu pekerja migran Indonesia di Johor itu jadi momentum
membuka tabir dalang sindikat perdagangan orang yang menggurita sejak lama di Kepri.
Bukan hal baru jika Batam dan sejumlah daerah di Kepri menjadi lokasi transit pekerja migran
Indonesia ilegal. Beberapa kali operasi penangkapan dilakukan penegak hukum, tetapi tidak
sepenuhnya hilang.
"Saya harus berani mengatakan, tidak mungkin kejahatan perdagangan orang ini hanya
dilakukan oleh para pemilik modal. Mereka tidak akan bisa menyeberangkan orang dari Indonesia
ke Malaysia dengan mulus tanpa adanya dukungan dari pihak-pihak yang memiliki kekuasaan,"
ujar Benny.
49

