Page 25 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 26 FEBRUARI 2020
P. 25
Data pemerintah menyebutkan ada lebih dari tujuh juta pengangguran di Indonesia,
sedangkan ada dua juta angkatan kerja baru setiap tahunnya. Untuk membuka
lapangan kerja bagi sembilan juta orang itu, pemerintah mesti memacu
pertumbuhan ekonomi di atas 6% per tahun. Untuk sampai tumbuh 6%, Indonesia
butuh investasi Rp4.800 triliun dengan asumsi per 1% pertumbuhan membutuhkan
Rp800 triliun.
Pertanyaannya, bagaimana caranya agar investor mau masuk? Bagi pemerintah,
jalannya adalah memangkas birokrasi dan menghilangkan semua hal yang dianggap
menghambat investasi, termasuk yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. Secara
khusus adalah upah dan turunannya.
Beberapa pihak menyebut daya saing upah Indonesia kalah dibandingkan dengan
Bangladesh dan Vietnam. Pemberlakuan upah minimum kabupaten/kota (UMK)
dianggap menjadi biang masalah. Tingginya UMK di Bekasi atau Karawang,
misalnya, membuat sejumlah pabrik hengkang ke Jawa Tengah yang UMK-nya jauh
lebih rendah. Bahkan, ada yang sampai pindah ke Bangladesh atau Vietnam.
Sepintas memang masuk akal. Namun, menerapkan upah minimal provinsi (UMP)
juga tidak serta-merta menyelesaikan masalah upah. Dengan penerapan UMP,
tenaga kerja di Bekasi yang bisa menerima upah sesuai UMK Rp4,7 juta, misalnya,
harus menerima upah sesuai UMP Jawa Barat yang hanya Rp1,81 juta. "Padahal,
angka kebutuhan hidup layaknya memang berbeda," ujar Iqbal.
Begitulah, perlu elaborasi lebih lanjut dalam pembahasan RUU Cipta Kerja,
khususnya yang berkaitan dengan masalah ketenagakerjaan. Mantan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Bomer Pasaribu meminta pemerintah dan DPR tidak
tergesa-gesa mengesahkan RUU Cipta Kerja tersebut.
Dia mengingatkan agar RUU Cipta Kerja juga mempertimbangkan Konvensi ILO
yang sudah diratifikasi Indonesia. "Sebab, kalau sudah masuk radar hitam ILO,
efeknya bisa buruk buat Indonesia," kata Bomer ketika ditemui SINDO Weekly,
Rabu pekan lalu.
Page 24 of 94.