Page 20 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 1 SEPTEMBER 2021
P. 20
karyawan di tengah pandemi COVID, kan ini sementara sifatnya, nanti kalau sudah nggak
pandemi COVID Peraturan Menteri itu dicabut lagi. Kalau dia Peraturan Menteri mengikat.
Dengan demikian pengusaha akan taat walaupun tetap ada yang melanggar tapi ketaatannya
akan meningkat, dia akan membayar aturan pesangon sesuai dengan aturan PKB yang ada di
perusahaan atau setidak-tidaknya yang ada di Undang-undang Cipta Kerja walaupun itu
merugikan buruh. Sayangnya edaran itu tidak ditaati oleh mayoritas perusahaan yang telah
mem-PHK buruhnya di tengah pandemi COVID.
Terkait kegiatan usaha di pabrik atau perusahaan ada laporan bahwa ada yang tidak taat
protokol kesehatan?
KSPI telah melakukan semacam survei sederhana, 1.000 perusahaan kami melakukan survei tapi
anggota KSPI ya, tapi setidak-tidaknya ini bisa mencerminkan secara umum industri manufaktur
karena anggota KSPI kan beragam yang tadi saya bilang. Jadi lengkaplah sektor industri di KSPI.
Dari 1000 pabrik/perusahaan vyang kami survei yang kembali sekitar 500-an atau 600
perusahaan, dari situ tercatat bahwa hanya 20% perusahaan yang menjalankan prokes.
Pengertian menjalankan prokes tentu yang sesuai anjuran yang dibuat oleh pemerintah ya,
dimulai misal secara berkala melakukan tes antigen, dibiayai oleh perusahaan. Kemudian
memakai masker, menjaga jarak, mengatur WFH 50%, 50% kerja 50% tidak atau sehari libur
sehari kerja, mencuci tangan, menyediakan hand sanitizer, dan hal-hal lain yang diatur. Nah itu
hanya 20% dari total jumlah perusahaan yang ada dari kuesioner. Itu kan bisa mencerminkan
secara nasional.
Lalu 80% tidak taat prokes. Paling mereka hanya menggunakan masker itupun yang bayar si
buruh beli sendiri, bawa sendiri maskernya. Nah maskernya sudah kucel-kucel begitu pasti,
sudah nggak layak lah, tidak standar. Kenapa mereka tidak bisa mematuhi prokes secara
sempurna? yang pertama masalah biaya. Antigen itu kan bayar, waktu itu kan masih agak mahal
antigen, hampir Rp 200.000-an per orang. Misal satu perusahaan jumlah karyawannya kan
60.000 orang, 60.000 dikali Rp 200.000 bisa berapa dia harus keluar uang. Perusahaan-
perusahaan tekstil, garmen, sepatu rata-rata kan puluhan ribu begitupula perusahaan otomotif
ribuan, terutama yang di padat karya ya katakan perusahaan makanan minuman rata-rata akan
mengeluarkan biaya yang sangat besar kalau melakukan tes antigen berkala. Kan kita harus tahu
ini anak sehat apa nggak, kan ada yang tidak bergejala/OTG. Nah itu lah faktor yang menjelaskan
mengapa 80% perusahaan tidak menjalankan prokes secara sempurna.
Alasan selain biaya adalah mereka dikejar kejar target produksi. Akibat dikejar-kejar target
produksi, dengan jumlah karyawan yang banyak mereka nggak bisa melakukan sehari libur
sehari masuk atau jam kerja bergilir. Bagaimana mungkin jumlah orang satu pabrik 60.000 buruh
secara bergilir? tetap kalaupun bergilir 30.000, 30.000 nggak mungkin jaga jarak. Faktor-faktor
itulah yang menjelaskan selama pandemi COVID-19 1,5 tahun ini, terutama di padat karya dan
UMKM tidak menerapkan protokol kesehatan yang menurut survei KSPI secara sederhana 80%
dari total perusahaan yang ada di Indonesia.
Solusinya apa terkait prokes?
Pertama tentu harus diberikan masker gratis. Jangan jadi beban perusahaan. Memang
perusahaan yang mampu dia akan melakukan prokes, memberikan masker gratis sebagai
penambah. Tapi perusahaan-perusahaan kecil kan tidak bisa maka seharusnya pemerintah
menyediakan masker gratis kepada perusahaan-perusahaan di padat karya, UMKM. Kedua
dilakukan tes antigen massal gratis di perusahaan-perusahaan. Memang biasanya Satgas COVID
melakukan sampling, tapi sampling hanya perusahaan tertentu. Boleh sampling tapi
perusahaannya merata sehingga mudah di tracing siapa yang sudah mulai terkena COVID-19.
19