Page 115 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 8 DESEMBER 2021
P. 115

Besaran rerata itu dihitung Badan Pusat Statistik (BPS) dengan mengacu pada formula yang
              tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan. Regulasi itu
              merupakan  aturan  turunan  Undang-Undang  Nomor  11  tahun  2020  tentang  Cipta  Kerja  (UU
              Ciptaker).

              Dalam  UU  Ciptaker, penghitungan kenaikan  upah  setiap  tahunnya  wajib  mempertimbangkan
              kondisi  ekonomi  nasional.  Adapun  variabel  dalam  menghitung  upah, yakni  paritas  daya  beli,
              penyerapan tenaga kerja, dan median upah.

              Ketua Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos berpendapat kenaikan UMR
              rata-rata sebesar 1,09% itu tak akan dirasakan kaum buruh. Ia menyebut buruh bakal kesulitan
              merespons

              melonjaknya harga beragam kebutuhan pokok pada 2022, mulai dari sandang-pangan hingga
              tarif listrik.

              "Artinya (upah minimum daerah) yang naik hanya Rp20 ribu-Rp30 ribu enggak ada efeknya.
              Justru terjadi penurunan. Nah, ini kita melihat sangat menyakitkan bagi rakyat yang dalam situasi
              seharusnya negara hadir agar pemutusan kerja tidak sewenang-wenang agar hukum positif kita
              dijalankan, terang Nining saat dihubungi Alinea.id, Senin (22/11).

              Nining berpendapat pemerintah keliru dengan menetapkan kenaikan UMR berbasis pada kondisi
              ekonomi  nasional.  Supaya  sesuai  dengan  kondisi  riil  di  lapangan,  menurut  dia,  pemerintah
              seharusnya mengacu pada standar hidup layak di daerah.

              "Kan, sangat tidak fair, sangat tidak berkeadilan. Jadi, ada hal yang sangat tidak berkeadilan di
              dalamnya, dan negara tidak hadir. Tugas pokok negara dan fungsinya, bagaimana melindungi,
              bagaimana meningkatkan kesejahteraan, ujar Nining.

              Rendahnya kenaikan UMR, lanjut Nining, potensial menghadirkan efek bola salju yang justru
              merugikan  negara.  Ia  menganalogikan  rendahnya  UMR  berdampak pada  stagnannya  tingkat
              konsumsi masyarakat dan menurunkan kualitas hidup generasi penerus bangsa.

              Kalau  masyarakat  rendah  konsumsinya  juga  akan  mempengaruhi  ekonomi  nasional.  Ketika
              barang-barang tidak mampu dibeli masyarakat, maka yang terjadi krisis. Ketika krisis, gejolak
              sosial pasti akan banyak, tingkat kekerasan akan banyak, imbuh Nining.

              Nining berharap jeritan kaum buruh soal upah tak layak itu direspons Presiden Joko Widodo
              (Jokowi).  Salah  satu  langkah  yang  disarankan  Nining  ialah  dengan  mencabut  aturan
              penghitungan pengupahan yang tertera dalam UU Ciptaker dan Peraturan Pemerintah Nomor 36
              tahun 2021 tentang Pengupahan.

              Kepala negara tertinggi hari ini kan Presiden. Presiren harus mengambil suatu diskresi tentang
              pengupahan yang layak. Tidak seperti sekarang yang semakin hancur. Kalau presiden tidak hadir
              (merespons) apa yang menjadi persoalan masyarakat, maka sudah jelas rezim hari ini telah
              gagal menyejahterakan rakyatnya, cetus dia.

              Di  luar  besaran  kenaikan  UMR  2022  yang  masih  berpolemik,  data  Kemenaker  bahkan
              menunjukkan tak semua perusahaan mematok besaran upah buruh berbasis UMR. Pada 2020,
              misalnya, Kemenaker mencatat setidaknya ada 454 kasus perselisihan hak yang dilaporkan dan
              ditangani pemerintah. Tertinggi di DKI Jakarta dengan 68 kasus.

              Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher maraknya kasus-kasus pengabaian ketentuan
              UMR  oleh  perusahaan mengindikasikan  lemahnya  pengawasan  oleh  pemerintah.  Ia  meminta
              pemerintah lebih serius menetapkan sanksi bagi perusahaan yang melanggar ketentuan.

                                                           114
   110   111   112   113   114   115   116   117   118   119   120