Page 114 - oke mutiara kebun sawit
P. 114

Hujan  telah  menggembalakan  pikiran  kami

               masing-masing. Terlihat dari raut mereka yang semakin

               serius.  Mata  Umar  masih  menembus  telepisi,  melihat

               iklan-iklan yang bergantian datang, ia masih menunggu


               berita  tentang  Najar.  Aku  sesekali  membalikan  Koran

               usang di bawah kursi. Mungkin ini telah puluhan kali aku

               baca,  memang  begitu  Koran  baru  hanya  satu  dan  itu

               selalu menjadi santapan orang-orang tua pagi hari. Kedai

               Kopi bagi kami bukan hanya sekedar tempat biasa, ini


               seperti  markas  para  politisi  atau  kritikus  gagal,  karena

               kritikannya tak sampai akhirnya setiap orang hanya akan

               kembali menerka-nerka setelah itu hari berganti dengan

               tema baru dan setiap orang akan membawa cerita baru.

               Hari  ini  tentang  Najar  Gedor  dan  uang  suapnya.

               Sepertinya suap menjadi dikotomi di Negara ini entah aku

               pada  bagian  mana  karena  belum  merasakan  duduk


               seperti Najar. Bagi setiap orang berpikir realistis itu perlu.

               Pemikiran realistis berarti tentang membaca kebiasaan


               110 | M u t i a r a   K e b u n   S a w i t
   109   110   111   112   113   114   115   116   117   118   119