Page 49 - oke mutiara kebun sawit
P. 49
tertanam rapih di tepi jalan, bus mulai memacu
kecepatannya menghadapi tanjakan dan liukan
curam kemudian berhenti digerbang tol karena
macet cukup panjang selalu begitu. Suara kelakson
sudah tidak terbendung lagi, mengalahkan makian
dari kernet bus belum lagi pedagang asongan
kemudian sibuk berteriak bercampur bau pesing,
lamunanku semakin panjang menikmati wajah ibu
yang lembut membayangkan adikku menyambutku
dengan pertanyaan-pertannyaan lugunnya,
mungkin dia sudah terlalu besar untuk melakukan itu
semua, tetapi tetap saja ia adiku. Manusiapun akan
punah jika menyerah pada waktu, harus kubuktikan
tertikam di tikam atau menikam, besok aku memilih
cangkul dan parang sebagai temanku.
45 | M u t i a r a K e b u n S a w i t