Page 31 - MAJALAH 198
P. 31
PR OFIL
Diniyah dan malam harinya ia harus meningkat. Bahkan tidak jarang mereka
mengaji. Dari sana terlihat jelas jika SAYA JUGA ENGGAK pulang ke rumah hanya ketika mau
kedua orangtua Anggia lebih banyak tidur, sementara sisanya dihabiskan
memberikan porsi pada pendidikan TAU KENAPA, SAYA di masjid bersama teman-temannya
agama. Sehingga khusus untuk hal PEMALU SEKALI untuk mengerjakan berbagai hal. Usai
itu tidak ada tawar menawar. Namun sahur, Ia kembali lagi ke masjid untuk
untuk hal lain Anggia menilai kedua SAAT KECIL, TAPI KOK menunaikan Sholat Shubuh dan kembali
orangtuanya cukup demokratis di PENGEN BANGET berkumpul bersama teman-temanya.
rumah. “Selesai Sholat Shubuh, kadang kami
Tak heran jika setiap hari Sang JADI PENYIAR RADIO langsung ke sungai, main air, bercanda
Ibu selalu memantau perkembangan ATAU TELEVISI. sama teman-teman. Jadi bisa dikatakan
mengaji Anggi dan saudara-saudaranya. saat itu masa-masa paling indah,”
Bahkan buku catatan mengaji pun MUNGKIN KARENA akunya.
selalu diperiksa Sang Ibu. Termasuk Masih diingatnya, beberapa kali Sang
juga hafalan surat-surat dalam Al Quran. DULU ORANGTUA Kyai mengajak Ia dan teman-teman
Diakui Anggia, entah kenapa prestasi SAYA SELALU MELIHAT di Halaqah nya ke sebuah acara yang
belajarnya di Diniyah tidak secemerlang belakangan berkembang menjadi
prestasinya di SD umum. Padahal ACARA BERITA DI Fathayat. Dengan kata lain, meskipun
tidak jarang pelajaran yang didapat di TELEVISI (SAAT ITU secara organisasi belum terbentuk,
Diniyah, kembali diulang saat mengaji di tetapi Ia sudah ikut beberapa kali acara
malam hari. Meski demikian, tidak ada BARU ADA TVRI) fatayat di Kota Sragen.
komplain dari sang ibu. Pasalnya, Sang
ibu pun tahu usaha dan perjuangan MENJADI PENERJEMAH
anaknya. Di SMA, kegiatan Anggia sedikit mulai
Sebagaimana anak-anak seusianya, berkurang. Pasalnya ia sekolah di kota
saat kecil Angga pun memiliki mimpi menjalani dua kali sekolah plus mengaji. Sragen yang notabene jaraknya cukup
dan cita-cita. Jika teman-temannya Namun kali ini ditambah dengan jauh dari rumahnya, sehingga sampai
memiliki cita-cita ingin jadi Polisi, Guru organisasi remaja atau yang biasa di rumah sudah sore hari. Meski begitu,
atau Dokter, Anggia berbeda. Ia malah disebut Halaqah. Kelompok pengajian mengaji dan hafalan Al Quran masih
ingin sekali menjadi penyiar radio remaja yang digelar setiap malam Ahad, terus dilakoninya. Dalam bahasa santri
dan televisi. Padahal Anggia kecil itu dimana keesokan harinya sekolah libur. ia masih “Setor Quran”. Singkat cerita
termasuk anak yang pemalu. Bahkan Mereka kerap menyebutnya Halaqah. masa-masa SMA dilakoninya dengan
ketika ada tamu di rumahnya, Ia selalu Tidak hanya mengaji, dalam sewajarnya. Perubahan terjadi ketika
ngumpet di kamar. Begitupun saat kelompok tersebut juga digelar Ia diterima Kuliah di Universitas Negeri
ada acara di sekolah dan di rumah, tak berbagai kajian-kajian Islami. Tidak Malang. Ia mengambil pendidikan
jarang Sang Ibu mencubitnya karena jarang mereka juga berbagi ilmu tentang Bahasa Inggris.
tak jua berani tampil di muka umum saat cara berdakwah, shalawat, berpidato “Pelajaran Bahasa Inggris menjadi
ada acara. bahkan membaca puisi. Semua dikemas pelajaran yang sangat saya benci saat
“Saya juga enggak tau kenapa, dengan cara yang cukup santai. di SMA. Tapi mau tidak mau saya ambil
saya pemalu sekali saat kecil, tapi Sehingga Ia sangat menikmatinya. kuliah itu, karena konon pelajaran
kok pengen banget jadi penyiar radio Belakangan organisasi tersebut itu dulu masih sepi peminatnya. Jadi
atau televisi. Mungkin karena dulu kemudian menjadi cikal bakal lahirnya saingan saya untuk masuk kampus
orangtua saya selalu melihat acara IPPNU (Ikatan Putra-Putri Nahdhatul negeri pun akan semakin sedikit.
berita di televisi (saat itu baru ada Ulama). Tak heran jika organisasi Sementara kalau tidak diterima di
TVRI), dan saya tertarik sekali dengan tersebut mendapat pendampingan kampus negeri saya diharuskan bekerja
para presenter saat itu. Bahkan kalau dari para Kyai setempat. Sehingga bisa sebagai PNS (saat itu PNS masih
ada acara keagamaan di sekolah saya dikatakan itulah organisasi pertama menjadi pekerjaan yang tidak diminati-
memang malu untuk tampil, tapi kalau yang diikutinya. red) di Kejaksaan. Karena sebagai
untuk jadi MC saya senang sekali. Aneh Masih diingat Anggia, betapa seorang pensiunan PNS saat itu ayah
kan?” cerita Anggia diiringi tawa. senangnya Ia saat memasuki bulan suci saya tidak cukup mampu membiayai
Memasuki usia remaja awal, tepatnya Ramadhan. Pasalnya sekolah diniyah perkuliahan di swasta. Sehingga
saat masuk di bangku SMP, rutinitas diliburkan. Namun agenda atau acara mau tidak mau saya harus berdamai
Anggia tak jauh berbeda. Ia tetap harus dalam organisasi remaja tadi malah dengan diri saya sendiri, atau berusaha
TH. 2021 EDISI 198 PARLEMENTARIA 31