Page 106 - BUMI TERE LIYE
P. 106
TereLiye “Bumi” 103
Jam bebasku habis percuma. Padahal aku sudah mem-bayang-kan
menemukan alat penyadap yang besok bisa kulemparkan kepada Ali. Aku
bergegas mandi sore setelah diingatkan Mama.
Lampu jalanan mulai menyala, matahari beranjak tenggelam.
Gerimis tetap begitu-begitu saja, tidak menderas, tidak juga me-reda.
”Papa pulang malam lagi ya, Ma?” aku bertanya saat makan malam,
ditemani Mama.
”Iya. Tadi siang Papa sudah menelepon. Kemungkinan Papa pulang
lebih ma-lam dibandingkan kemarin. Pekerjaan Papa di kantor semakin
menumpuk.” Mama menghela napas prihatin.
Aku sedikit menyesal bertanya soal Papa. Seharusnya aku bisa
mencari topik percakapan yang lebih baik, bukan bilang apa saja yang
terlintas di kepalaku. Asal komen.
”Minggu depan, pas arisan, semua keluarga datang ya, Ma?” Aku kali
ini sengaja memilih topik yang pasti membuat Mama lebih tertarik, lebih
riang.
Mama tersenyum, mengangguk. ”Iya, tantemu bahkan mau mengin ap
semalam.”
”Oh ya?” aku berseru riang—tuh kan, bahkan aku sendiri ikut
semangat.
”Iya, Tante Anita bilang bakal bawa si Jacko, biar bisa bermain
ber-sama si Putih atau si Hitam.”
”Sungguh?” Mataku membesar. ”Mama tidak sedang meng-goda Ra,
kan?”
Mama tertawa, mengangguk, itu sungguhan. Jacko itu nama kucing
milik Tante Anita.
Makan malam selesai setengah jam ke-mudian, dihabiskan dengan
membahas rencana arisan keluarga minggu depan. Di luar hujan mulai turun
dengan lebat.
http://cariinformasi.com