Page 111 - BUMI TERE LIYE
P. 111
TereLiye “Bumi” 108
Napasku menderu kencang. Jatungku berdetak lebih cepat. Apa yang
harus kulakukan?
”Dua...”
Aku melepaskan sandal jepit ke lantai. Tidak banyak pilihan yang
kupunya. Dari terbatasnya pilihan, aku tidak akan membiar-kan si Putih
disakiti. Baiklah.
”Tiga...”
Tanganku bergetar menunjuk novel tebal di kursi. Jika semua ini
hanya permainan, ini permainan paling mahal yang pernah kulakukan. Aku
bertaruh dengan seekor kucing yang kupelihara sejak kecil, kususui dengan
botol...
”Empat. Kosentrasi. Hilangkan buku tebal itu!” sosok itu
mem-bentakku, menyuruhku berhenti memikirkan hal lain.
Baiklah. Aku mendesis dengan bibir gemetar. ”Menghilanglah!” aku
menyuruh novel tebal di kursi hilang seperti jerawatku ke-marin malam.
Satu detik senyap, hanya suara hujan deras mengenai jendela, atap, dan
halaman. Novel itu tetap teronggok membisu di kursi.
Aku mengeluh.
”Lima. Berusaha sungguhsungguh atau kamu akan kehilangan kucing
kesayanganmu.” Sosok tinggi kurus dalam cermin tidak menurunk an
volume suara.
Aku menggigit bibir, lebih konsentrasi. Kutatap novel tebal untuk
kedua kalinya. Telunjukku semakin bergetar, mendesis menyuruh ny a
menghilang. Senyap. Tetap tidak terjadi apa pun.
”Enam. Kamu sungguh akan mengecewakan teman terbaikmu selama
ini, Nak.”
Aku menggigit bibir, memejamkan mata. Untuk ketiga kalinya aku
berusaha konsentrasi, menyuruh novel itu meng-hilang. Apa susahny a.
Ayolah. Aku membuka mata. Tapi percuma. Tidak terjadi apa pun. Ini
benar-benar tidak mudah. Bahkan se-benarnya kemarin malam saat
http://cariinformasi.com