Page 115 - BUMI TERE LIYE
P. 115

TereLiye “Bumi” 112



                         Sosok  tinggi  kurus  itu menatapku   lamat-lamat,   mengangguk   takzim.
                  ”Baiklah,  Nak.  Sepertinya  kamu  akan  memilih  meng­hilangkan  cermin  kalau
                  aku  tidak  segera  pergi.  Kemungkinan  itu  akan  membuat  orangt uam u
                  bingung  saat mereka  masuk  ke kamar   ini.   Kita   bahkan  belum  tahu  apakah
                  kamu  bisa  me-ngembalikan  benda  yang  telah  kamu  hilangkan.  Baiklah.  Aku
                  akan  pergi.  Lagi  pula  latihan  malam  ini  lebih  dari  cukup.”

                         Aku  tidak  mau  tertipu  lagi  dengan  ekspresi  wajah  bersahabat  yang
                  kembali  menatapku  dengan  mata  hitam  memesonanya.  Lima  jemariku  terus
                  bersiaga.  Si Putih  masih  meringkuk  dalam  pelukanku,  tidak  berani  bergerak.


                         ”Sebelum  aku pergi,  kamu  harus  tahu.  Kamu  baru  saja  mem-bukt ik an
                  bahwa  rasa  marah,  panik,  cemas  bisa  diubah  menjadi  kekuatan  besar.  Tapi
                  itu  bukan  sumber  motivasi  yang  baik.  Kita  tidak  berharap  kamu  terdesak
                  oleh  sesuatu  baru  berhasil  mengeluar-kan  kekuatan  itu,  bukan?  Semua  akan
                  telanjur  berantakan,  bahkan  sebelum  kamu  menyadarinya  untuk  marah.

                         ”Nah,  camkan  baik­baik.  Sumber  kekuatan  terbaik  bagi  manusia

                  adalah  yang  kalian  sering  sebut  dengan  tekad,  ke-hendak.  Jutaan  tahun  usia
                  Bumi.  Ribuan  tahun  kehidupan  tiba  di  dunia  ini.  Semua  mencoba  bertahan
                  hidup.  Kehendak  besar  me-reka   bahkan   lebih   kuat dibandingkan  kekuatan
                  itu  sendiri.  Da-lam  kasusmu,  dibandingkan  kekuatan  menghilangk an,
                  ke-hendak  yang  kokoh  bisa  menggandakan  kekuatan  yang  kamu  milik i
                  menjadi  berkali-kali  lipat.

                         ”Selamat     berlatih   kembali,     Nak.  Kamu       tetap  belum      berhasil
                  menghilangkan  buku  tebal,  meskipun  aku  yakin  itu  akan  mudah  saja
                  sekarang.  Aku  akan  kembali  besok  malam,  dan  kamu  akan  siap  di  level
                  berikutnya.”  Sosok  tinggi  kurus itu tersenyum,  meng­elus  kucingnya,  hendak
                  berbisik.


                         ”Kamu  bawa  pergi  dia!  Aku tidak  ingin  melihatnya  lagi  di  rumah    ini!”
                  aku segera  berseru,  teringat  malam  sebelumnya  si Hitam  menembus  cermin.
                  Dengan  kejadian  barusan,  sedetik  pun  aku  tidak    akan    mengizinkan
                  makhluk  mengerikan  itu  berkeliaran  di  rumah.














                                                                            http://cariinformasi.com
   110   111   112   113   114   115   116   117   118   119   120