Page 119 - BUMI TERE LIYE
P. 119
TereLiye “Bumi” 116
berhasil? Aku beringsut di atas kasur, memeriksa kursi. Tidak ada sama
sekali novelnya. Aduh, aku menggaruk kepala yang tidak gatal, menyesal.
Padahal aku belum selesai mem-bacanya. Ke mana novel itu pergi? Aku
menatap cermin siapa tahu seperti si Hitam yang muncul di dalam cermin.
Tidak ada yang berbeda di dalam cermin, hanya ada wajahku yang bingung.
Tapi apakah memang semudah itu menghilangkan novel? Atau hanya
kebetulan? Seperti saat aku panik berusaha meng-hilangkan kucing hitam?
Aku ragu-ragu menatap kursi belajarku. Jemariku teracung. Baiklah, akan
kucoba sekali lagi. Hilanglah!
Kursi belajarku lenyap dari kamar! Astaga. Aku hampir jatuh dari
tempat tidur karena kaget. Kursi itu benar-benar lenyap. Harus kuakui ini
mulai keren.
Aku turun dari kasur, memeriksa lantai. Tanganku menyibak- nyibak
udara kosong, tidak ada kursi belajarku di sana.
Aku menelan ludah. Bagaimana kalau besok Mama bertanya ke mana
kursi belajarku? Aku menepuk dahi pelan. Kenapa aku tidak memikirkanny a
tadi sebelum mencoba menghilangkannya? Tidak mungkin aku mengar ang
cerita kursi itu hilang sendiri, seperti bolpoin atau buku yang terselip. Atau
aku bisa mengem-bali-kan kursi itu? Bukankah sosok tinggi kurus itu bilang
begitu? Mengembalikan sesuatu yang hilang?
Sisa malam kuhabiskan dengan mencoba mengembalikan kursi
belajarku. Setengah jam berlalu, tidak ada kemajuan. Aku gemas sendir i,
berkonsentrasi, tapi tetap tidak berhasil. Aku mengusap wajah, mungk in
bendanya terlalu besar. Jika lebih kecil, mungkin lebih mudah?
Aku berganti mencoba mengembalikan novelku, tapi lima belas menit
berlalu tetap tidak ada kemajuan. Mungkin novel masih terlalu besar.
Baiklah. Akan kucoba gunting, yang lebih kecil. Aku mengembuskan napas
sebal, lima menit, guntingnya tetap tidak kem-bali. Juga flash disk aku
lagi-lagi menyesal, kenapa aku iseng, sembarangan saja memilih benda
yang harus dihilangkan. Di dalamnya kan banyak file
http://cariinformasi.com