Page 120 - BUMI TERE LIYE
P. 120

TereLiye “Bumi” 117



                  lagu-lagu  yang  kusuka.  Klip  buku,  tutup  bolpoin,  jarum  pentul,  peniti,
                  banyak  sekali  benda  yang  sudah  kulenyapkan  setengah  jam  kemudian,
                  semakin  lama  semakin  kecil,  tapi  tidak  ada  satu  pun  yang  ber-hasil  kembali,
                  termasuk  kancing  salah  satu  kemejaku  yang  sangat  kecil.

                         Aku mengusap  wajah  yang berkeringat.  Meski  udara  dingin  dan  di luar
                  gerimis,  konsentrasi  terus-menerus  membuatku   ber-keringat.   Si Putih  tidur
                  melingkar,     nyenyak,     tidak    tahu    pe-miliknya     sibuk    menghilangkan
                  benda-benda  kecil  di  sekitarnya.


                         Baiklah.  Aku  menyerah.  Sebaiknya  aku  kembali  tidur.  Sudah  terlalu
                  banyak  yang  kuhilangkan  malam  ini.  Apalagi  kursi  belajar  itu.  Lihat  saja
                  besok.  Semoga  Mama  tidak  masuk  kamarku  dan  menanyakan  ke mana  kursi
                  itu.

                         ***

                         Pagi  kembali  datang.

                         ”Pagi  ini  Mama  antar  kamu  ke  sekolah,  ya.  Naik  motor.”  Mama
                  langsung  menyambutku  di  meja  makan  dengan  kalimat  itu,  sambil  sibuk

                  mengangkat  masakan  dari  wajan.

                         Aku menatap  Mama,  tidak  mengerti.  Aku sudah  rapi   dengan  seragam
                  sekolah.


                         ”Papa  baru  pulang  tadi  jam  lima  subuh.  Sekarang  masih  tidur,  jadi
                  tidak  bisa  mengantarmu,”  Mama  menjelaskan.  Wajah  Mama  terlihat  letih
                  mungkin  semalam  terus menunggu  Papa.  ”Itu  pun   harus   segera   berangkat
                  lagi   nanti     jam     sembilan.     Pekerjaan      di    kantor     Papa     sedang
                  banyak­banyaknya.”

                         Tadi  malam  aku  juga  baru tidur  jam  dua.  Aku tahu  Papa  belum  pulang
                  hingga  jam  tersebut.  Meski  Mama  tidak  mau  ber-cerita  masalah  di  kantor,
                  aku  tahu,  sepertinya  masalah  mesin  pencacah  yang  rusak    itu    masih
                  panjang.


                         ”Ra  naik  angkutan  umum  saja,  Ma.  Kalau  diantar,  nanti   me­repotk an
                  Mama.”  Aku menggeleng,  menarik  bangku,  duduk.








                                                                            http://cariinformasi.com
   115   116   117   118   119   120   121   122   123   124   125