Page 124 - BUMI TERE LIYE
P. 124
TereLiye “Bumi” 121
ditunjuk penggantinya yang baru. Aku juga baru tahu bahwa Mr. Theo yang
jadi penggantinya. Seli benar, aku sejak tadi hanya melamun
memperhatikan penghapusku, bahkan nyaris tergoda menghilangkanny a.
Ini kabar baik, karena setidaknya bukan Miss Keriting yang jadi pembin a
baru. Mr. Theo guru bahasa, jadi masih berkaitan dengan Klub Menulis.
Seli memasang tasnya di punggung, bertanya riang, ”Sambil
menunggu pertemuan Klub Mr. Theo, eh Klub Menulis, kita bagusnya makan
siang di mana ya?”
Aku menggeleng, menunjukkan kotak bekal di dalam tas.
”Aku tidak membawa bekal, Ra.” Seli cemberut. ”Kamu sih enak sudah
persiapan. Aku kan baru saja memutuskan untuk ikut. Kalau pulang dulu,
nanti terlambat.”
Aku tertawa, siapa suruh pula dia mendadak ikut. ”Bagaimana kalau
aku bagi bekalku untukmu?”
”Mana cukup.” Seli menatap kotak bekalku, menggeleng. ”Kita makan
di kantin, yuk! Kamu bawa saja bekalnya, Ra. Temani aku.”
Kelas sudah sepi. Lorong depan kelas juga lengang. Murid-mur id
sudah bergerak serempak menuju gerbang sekolah.
Demi menatap wajah memelas Seli—yang mulai mengeluh bilang
perutnya lapar—kami akhirnya beranjak menuju kantin di belakang sekolah.
Kami menuruni anak tangga, melewati deret-an kelas dua belas, belok ke
belakang, melewati gardu listrik. Aku memperhatikan sekilas, perbaikan di
gardu listrik se--pertinya sudah dimulai. Ada beberapa petugas berseragam
oranye yang sibuk bekerja.
Sekolah semakin sepi, tidak terlihat siapa-siapa di belakang sekolah.
Kami terus melangkah ke kantin. Wajah Seli langsung ter-lipat kecewa
melihat kantin yang kosong. Biasanya meski su-dah pulang, tetap ada
pedagang kantin yang buka, karena masih ada guru-guru atau murid yang
pulang sore. Tapi ini kosong me-lompong. Ada plang besar di depannya:
”Libur Sehari. Perbaikan Gardu Listrik”. Aku baru ingat kalimat mamang
bakso beberapa hari lalu, kantin diliburkan saat perbaikan gardu. Aku
menoleh, memperhatikan petugas PLN yang sibuk.
http://cariinformasi.com