Page 108 - BUMI TERE LIYE
P. 108
TereLiye “Bumi” 105
Aku refleks meraih sesuatu. Sial, tidak ada yang bisa kujadi-kan
senjata selain sandal jepit yang kukenakan. Aku menyesal meletakkan
pemukul bola kasti di dalam lemari.
”Seharusnya kamu mulai terbiasa, Nak,” sosok tinggi kurus itu berkata
datar, menatap sandal jepit yang kupegang. Suaranya mengambang di
seluruh ruangan—meski dia bicara dari dalam cermin dua dimensi, tidak
berkurang jelasnya, padahal hujan deras turun di luar.
”Bagaimana latihanmu hari ini?” sosok itu bertanya, langsung ke
pokok persoalan.
”Latihan apa?” aku balas bertanya, menatap tidak mengerti ke dalam
cermin.
Si Hitam menggeram keras. Aku menoleh. Kucing itu me-loncat ke
kursi tempat tas sekolahku berada. Dengan mulut dan cakar kakinya, si
Hitam menarik keluar novel tebal itu, me-ngeong galak. Dia menunjukkan
novel dengan mulutnya.
Aku menelan ludah. Ternyata latihan itu.
”Bukankah sudah kukatakan, Gadis Kecil, kita bisa melakukan ini
dengan mudah, atau dengan sulit, tergantung dirimu sendiri.” Sosok tinggi
kurus itu menatapku kecewa. ”Kamu tidak melakukan perintahku.
Bahkan kamu menganggap ringan perintahku.”
Aku refleks mundur satu langkah.
”Kamu tahu, kamu seharusnya sudah bisa menghilangkan novel itu!”
sosok tinggi itu membentak. Cerminku semakin gelap, bahkan aku bisa
melihat cermin itu seolah mengerut ka-rena amarah.
”Eh, aku sudah melakukannya,” aku menjawab ketus, mekanis me
bertahanku muncul. ”Bukan salahku kalau novel itu tidak mau menghilan g.”
”Itu karena kamu tidak sungguhsungguh! Kamu pikir ini semua
lelucon?” Sosok tinggi kurus tidak mengurangi volume bicaranya. Napasny a
menderu, menimbulkan embun tebal di cer-min.
http://cariinformasi.com