Page 191 - BUMI TERE LIYE
P. 191

TereLiye “Bumi” 188



                         ”Tidakkah  orang  di  dunia  ini  tahu  bahwa  warna  makanan  memiliki
                  korelasi  dengan  selera  makan?”  Ali  berbisik  padaku.  Tapi  dia  sendiri  yang
                  justru  semangat  menghabiskan  makanan  itu setelah  men-coba  mencicipiny a
                  sesendok.  Sepertinya  lezat.  Ali  nyengir.  Cengiran  Ali  cukup  bagiku  dan  Seli
                  untuk  berani  me-raih  sendok.  Memang  sedap.

                         ”Kota  ini  memang  dibangun  agar  bisa  beroperasi  secara  efi­sien.”  Ilo
                  sudah  berganti  topik  percakapan  untuk  kesekian  kali.  Dia  persis  seperti  Papa
                  di  rumah,  suka  mengobrol  saat  sarap-an,  dan  mengambil  topik  apa  saja
                  sebagai  bahan  percakapan.


                         ”Kota  kami  tidak  lagi  menggunakan  air untuk  mencuci  piring,  pakaian,
                  ataupun  mandi.  Cukup  dengan  udara.  Itu lebih  bersih,  higienis,  dan menjaga
                  kelestarian  air.  Walaupun  di  kota-kota  lain  dan  daerah  pedalaman  masih
                  menggunakan  air.  Kamu  suka   kamar   mandinya,  bukan?”

                         Aku mengangguk,  menyendok  bubur  hitam.  Aku tidak  ba-nyak  bicara,

                  hanya  sesekali.  Yang  sering  adalah  menjelaskan   percakapan   kepada  Ali  dan
                  Seli  mereka  berusaha  mengikuti.

                         ”Juga  pakaian  yang  kalian  kenakan,  contoh  lainnya.  Kami  me­milik i
                  teknologi  benang  sintetis  yang  dapat  menyesuaikan  diri  se-cara  otomat is
                  dengan  pemakainya.  Jadi  pakaian  bisa  awet  di-pakai  meski  pemilik ny a
                  bertambah  dewasa,  atau  sebaliknya,  pakaian  itu diberikan  kepada  orang  lain
                  yang  lebih  kecil.  Dan  se-patu-nya  terasa  ringan,  bukan?  Sepatu  itu  memang
                  didesain  mem-buat  pemakainya  lebih  ringan  sekian    persen                  sesuai
                  keperlu-an.  Memudahkan  mobilitas.”


                         Aku  mengangguk  lagi.

                         ”Kakak  sekolah  di mana?”  Ou bertanya.


                         Aku  refleks  menyebut  nama  SMA-ku.

                         Ou terdiam.  ”Itu nama  akademi,  ya?”

                         Aku  menggeleng,  menelan  ludah.  Pasti  tidak  ada  di  dunia  ini  nama
                  sekolah  seperti  itu.










                                                                            http://cariinformasi.com
   186   187   188   189   190   191   192   193   194   195   196