Page 195 - BUMI TERE LIYE
P. 195

TereLiye “Bumi” 192



                         ”Kalian  sudah  siap?”  tanya  Ilo,  yang  keluar  dari  ruang  kerjanya
                  de-ngan  membawa  tas.

                         Aku  mengangguk.

                         ”Baik,  mari  kita  berangkat.”  Ilo  menekan  tombol  di  pergelangan
                  tangannya.

                         Sebuah  lubang  muncul  di  depan  kami,  awalnya  kecil,  kemudian
                  membesar  setinggi  orang  dewasa.            Pinggirnya  berputar-putar        seperti
                  gumpalan  awan  hitam.  Ou lompat  lebih  dulu   masuk,   disusul   ibunya.   Kami
                  bertiga  ikut  masuk.  Terakhir  di  belakang,  Ilo  melangkah.  Lubang  itu

                  mengecil,  lenyap.  Kami  berada  dalam  kegelapan  selama  beberapa  detik,
                  kemudian  muncul  titik  cahaya  kecil,  membesar  membentuk  lubang  besar.

                  Kami  bisa  melangkah  keluar.

                         ”Selamat  datang  di  Stasiun  Sentral.”  Ilo  tertawa  melihat  wajah
                  bingung  kami.

                         Aku  kira  pertama-tama  kami  akan  menuju  sekolah  Ou.  Ternyata
                  tidak.

                         Ini  bukan  sekolah.  Ini  ruangan  besar  yang  megah,  mirip  stasiun
                  kereta,  tapi  berkali-kali  lebih  canggih  dari-pada  stasiun  kereta  paling
                  modern  di  dunia  kami  berasal.  Belasan  jalur  kereta,  puluhan  kapsul
                  berlalu-lalang,  seperti  me-ng-ambang  di rel, datang  dan pergi.  Jalur-jalur  itu
                  tidak  hanya  horizontal,  tapi  juga  verti-kal,  ke segala  arah.  Ada  yang  masuk
                  ke bawah  tanah,  menyam-ping,  bahkan  ke atas,  masuk  ke dalam  lorong,  ada
                  banyak  sekali  arah  jalur.  Ruangan  megah  itu  terlihat  terang.  Lantainy a
                  terbuat  dari  pualam  terbaik.  Dindingnya  ce-merlang.  Di  langit-  langit
                  tergantung  belasan  lampu  kristal  mewah.


                         Orang-orang  berlalu-lalang,  terlihat  sibuk,  bergegas.  Naik-tur u n,
                  pindah  jalur.  Hamparan  lantai  stasiun  dipadati  kesibukan  pagi  hari.

                         ”Kalian  sepertinya  tidak  pernah  melihat  stasiun  kereta.”  Ilo   menepuk
                  bahu  Ali  si  genius  itu  sampai  ternganga  menyaksikan  stasiun.


                         ”Kita  tidak  lewat  lubang  berpindah  menuju  sekolah  Ou?”  aku
                  bertanya.






                                                                            http://cariinformasi.com
   190   191   192   193   194   195   196   197   198   199   200