Page 205 - BUMI TERE LIYE
P. 205
TereLiye “Bumi” 202
”Aku tidak tahu.”
Petugas menyuruh kami menunggu.
Pintu bulat di ruangan itu terbuka dua menit kemudian, dan
muncullah seseorang yang terlihat sepuh. Tangannya memegang tongkat .
Rambutnya putih, tapi wajahnya masih segar. Aku menatapnya lamat-
lamat. Orang tua ini me-ngena-kan pakaian berwarna abu-abu. Itu warna
paling terang yang kami lihat sejak memasuki dunia ini.
”Halo, Ilo,” orang tua itu menyapa ramah, mendekati kami.
Ilo balas menyapa pendek, menggenggam tangan orang tua itu.
Syukurlah, setidaknya mereka berdua juga saling kenal—atau mungkin juga
Vey benar, Ilo amat terkenal di kota ini, jadi siapa pun tahu dia.
”Ada yang ingin kubicarakan. Ini mendesak dan penting sekali,”
cetus Ilo.
”Oh ya?” tanya orang tua itu.
”Aku harus mengunjungi Bagian Terlarang Perpustakaan.”
Orang tua itu terkekeh panjang. ”Kamu bahkan tidak bertanya apa
kabarku, tidak bercerita apa kabar keluarga kalian. Bagaimana Vey? Ou? Dan
si sulung Ily? Sudah hampir setahun dia tidak pulang dari akademi, bukan?”
Mereka berdua ternyata lebih dari saling kenal. Aku terus
memperhatikan.
”Itu bisa dibicarakan nanti. Mereka baikbaik saja.” Ilo menggeleng.
”Ini mendesak.”
”Oh ya? Seberapa mendesak?”
”Amat mendesak.” Ilo menatap serius.
”Baiklah. Ada apa sebenarnya?” Orang tua itu mengangguk takzim.
Ilo menggeleng, terdiam sejenak. ”Aku juga tidak tahu apa yang
sebenarnya sedang terjadi. Aku justru sedang mencari pen-jelasannya.
http://cariinformasi.com