Page 207 - BUMI TERE LIYE
P. 207
TereLiye “Bumi” 204
gambar bulan sabit milikku. Be-lum selesai tangannya mengusap, buku
PR-ku sudah mengeluar-kan sinar yang terang sekali.
Gambar bulan sabitnya seperti keluar di udara. Terlihat elok.
Semua orang di ruangan itu menahan napas.
”Astaga!” Orang tua itu berseru, buku itu terlepas dari tangan-nya.
Aku hendak menyambarnya agar tidak jatuh. Tapi alih-alih jatuh,
buku itu justru mengambang di udara. Sinar yang keluar dari bulan sabit
menimpa wajah kami.
Saat kami sibuk menatap takjub buku yang melayang di udara, orang
tua berpakaian abuabu itu menoleh kepadaku. ”Apakah buku ini milik mu?”
Aku mengangguk.
”Gadis Kecil, siapakah kamu sebenarnya?”
Pertanyaan itu membuat orang-orang menoleh padaku.
Seli yang sejak tadi memegang tanganku, refleks melepaskan
tangannya. Ali yang biasa sibuk memperhatikan sekitar, ikut ter-diam. Dua
petugas perpustakaan bahkan dengan gemetar me-nunduk, tak berani
melihat wajahku.
”Aku? Eh, namaku, Raib,” aku refleks menjawab.
Saat itu seluruh tubuhku bersinar terang. Sinarnya juga me-nerpa
wajahku.
Beberapa saat hanya lengang di ruangan pengap tersebut, hing-ga
sinar yang keluar dari sampul buku PR matematikaku per-lahan redup,
kemudian lenyap. Ilo bergegas menyambarnya se-belum buku itu jatuh.
”Bagaimana? Apakah kamu akan mengizinkan kami masuk ke Bagian
Terlarang, Av? Buku ini tiket masuknya.” Ilo mengacungkan buku milikku
dengan yakin.
***
http://cariinformasi.com

