Page 269 - BUMI TERE LIYE
P. 269
TereLiye “Bumi” 266
”Aku tidak mau berjalan sejauh dua belas kilometer.” Ali balas
melotot. ”Aku manusia biasa, Makhluk Tanah. Dengan mual dan pusing ini,
aku tidak akan kuat.”
”Tapi kita harus bergerak segera, Ali,” aku menimpali.
”Iya aku tahu. Rombongan sirkus itu bahkan sudah mulai mengejar .
Tapi kita bisa menggunakan cara lain, bukan jalan kaki. Pakai apalah,
menghiliri sungai ini. Pe-rahu misalnya. Pesawat terbang. Roket.”
”Tidak ada perahu di peron ini.” Ilo menggeleng, setelah aku
menerjemahkan kalimat Ali. ”Ini stasiun darurat, hanya berfungsi
mengeluarkan penumpang ke permukaan. Kita juga tidak bisa menggunakan
lorong berpindah, sistem itu dihentikan sementara waktu oleh penguasa
baru.”
Ali masih duduk di hamparan pasir, sekarang melepas tas ranselnya.
Kalau saja wajahnya tidak terlihat lemas, aku sendiri yang akan
menyeretnya berdiri.
”Bagaimana sekarang?” Seli menatapku.
Aku mengangkat bahu. Mungkin Ali harus digendong.
Seekor burung dengan ekor panjang menjuntai terbang me-lintas di
permukaan sungai, terlihat anggun.
”Kalau begitu, kita istirahat sejenak.” Ilo mengangguk, menunjuk
Ali. ”Semoga setelah beberapa saat, kondisinya membaik. Dia jelas tidak
bisa berjalan jauh.”
Aku mengembuskan napas, mengalah, ikut duduk di hampar-an
pasir.
Seli menoleh ke belakang, memperhatikan peron stasiun de-ngan
cemas.
Kami berdiam diri beberapa saat.
http://cariinformasi.com

