Page 272 - BUMI TERE LIYE
P. 272

TereLiye “Bumi” 269



                         Syukurlah  Seli  tidak  kaget.  Dia  sudah  bersiap.  Sebersit  cahaya
                  menyambar  batu yang terbang  itu saat Seli  mengacungkan  kedua  tangan.  Dia
                  berkonsentrasi  penuh.  Dua  tangannya  gemetar,  ber-usaha  mengendalik an,
                  membuat      batu  itu  bergerak  turun  per-lahan-lahan.  Beberapa                detik
                  sepertinya  batu  itu  akan  turun  mulus  ke   permukaan   sungai,  tapi  sedetik
                  berlalu,  meluncur  tidak  terkendali,  jatuh  berdebum,  membuat  cipratan  air
                  muncrat  ke mana-mana.

                         Seli  melompat  ke belakang.  Bukan  karena  menghindari  ciprat-an  air
                  tinggi  yang  mengarah  padanya,  tapi  lebih  karena  panik  batu  itu  lepas
                  kendali.


                         ”Bagus!”  Ali  berseru  di  kejauhan.  ”Itu  bagus  sekali,  Sel.  Tidak  apa.
                  Jangan  dipikirkan.  Kita  coba  sekali  lagi.  Dan  kamu,  Ra,  jangan  terlalu
                  kencang  memukulnya,  supaya  Seli  tidak  terlalu  susah  payah  mengendalikan
                  batunya  saat  meluncur  turun.  Pukul  dengan  lembut,  gunakan  nalurimu.”

                         Aku  bangkit  dari  dudukku,  menepuk-nepuk  pakaian  yang  kotor.  Si

                  genius  itu  menyebalkan  sekali.  Mana  aku  tahu  batu  itu  akan  terpental
                  setinggi  itu?  Aku saja  kaget.  Enteng  sekali  dia  bilang  begitu.  Terus,  apa  pula
                  maksudnya  pukul  dengan  lembut?  Lihatlah,  sekarang  Ali  sudah    seperti
                  sutradara  film  meneriaki  artis-artisnya.

                         ”Kamu  mengerti,  Ra? Jangan  terlalu  kencang!”  Ali  berteriak  sekali
                  lagi.

                         ”Iya, aku tahu.”  Aku melangkah  ke belakang   batu   berikutnya,   segera
                  konsentrasi  menatap  batu  hitam  ber-lumut  yang  besarnya  setinggi  kepalaku.
                  Seli  di  tengah  hamparan  pasir  mengangguk.  Dia  sudah  siap.

                         Setelah  menghela  napas  dua  kali,  aku  memukul  batu  itu  lebih
                  terkendali.  Dentuman  kencang  kembali  terdengar.  Batu  itu  ter-angkat  dari
                  dalam  pasir.  Butir  pasir  beterbangan.  Batu  itu  ter-pe-lanting  tinggi  ke
                  udara—tidak  terlalu  tinggi,  hanya  tiga  meter.


                         Seli  mengacungkan  tangan,  membuat  batu  besar  itu di-selimuti  aliran
                  listrik.  Tangan  Seli  gemetar.  Dia  konsentrasi  pe-nuh.   Sedetik  berlalu,  batu
                  besar  itu  bergerak  perlahan  sesuai  kendali  Seli,  kemudian  mendarat  anggun
                  di  atas  permuka-an  sungai,  tenggelam  dengan  mulus.







                                                                            http://cariinformasi.com
   267   268   269   270   271   272   273   274   275   276   277