Page 267 - BUMI TERE LIYE
P. 267

TereLiye “Bumi” 264



                  menerpa  jendela.  Ilo  dengan  gesit  mendaratkan  kapsul  di peron.  Kami
                  sepertinya  sudah  mencapai  permukaan  tanah  tepat  waktu.

                         ”Kalian  baik­baik  saja?”  Ilo  turun  dari  bangku  kemudi.


                         Ali  menjawabnya  dengan  muntah,  membuat  kotor  lantai.

                         Aku  beranjak  berdiri.  Kakiku  sedikit  gemetar.  Kecepatan  kapsul  tadi
                  membuatku  seperti  naik  wahana  Dunia  Fantasi,  tapi  dengan  tingkat
                  tantangan  seratus  kali  lebih  ekstrem.  Seli  juga   berdiri   dengan   berpegan gan
                  sandaran  kursi.  Wajahnya  pucat.


                         ”Kita  tidak  punya  waktu  banyak.  Sistem  otomatis  akan  pulih  beberapa
                  detik  lagi.  Kabar  baiknya  dengan  sistem  tadi  mati,  mereka  tidak  tahu  kita
                  keluar  di  stasiun  darurat  yang  mana.  Mereka  harus  memeriksa  ratusan
                  stasiun  satu  per satu.  Ayo,  anak-anak,  kita  terpaksa  meneruskan  perjalanan
                  dengan  cara  konvensional.  Jalan  kaki.”  Ilo  mengulurkan  tangan,  membant u
                  Ali  berdiri.  Si genius  itu meringis,  masih   memeluk   tiang  kapsul,  kondisiny a
                  payah  sekali.

                         Pintu  kapsul  terbuka.

                         Aku  melangkah  keluar  lebih  dulu.  Sekali  lagi  kami  berada  di
                  permukaan  dunia  aneh  ini.  Stasiun  darurat  yang  ini   tidak   berada   di  dalam
                  gua  gelap  seperti  sebelumnya.  Sebaliknya,    pelataran    sta-siun  berada  di
                  tempat  terbuka,  di  tepi  sungai  besar.  Kakiku  yang  turun  dari  peron  segera
                  menginjak  pasir  sungai.


                         Jika  situasinya  lebih  baik,  tidak  pusing  dan  mual  habis  me-naiki
                  kapsul    terbang,     ini   pemandangan         yang    hebat.    Aku    me-langkah
                  meninggalkan  bangunan  stasiun  yang  hanya  cukup  untuk  merapat  satu
                  kapsul,  menatap  sekitar.  Sungai  di depan  kami   lebarnya   hampir   dua   ratus
                  meter,  tepiannya  berpasir  putih  bersih,  terasa  lembut  di    telapak    kaki,
                  seperti  pasir  di pantai.  Batu-batu  besar bertumpuk  di belakang,  memisahkan
                  pasir  dan  vegetasi  tumbuhan.

                         Di  depan  kami,  air sungai  mengalir  tenang—berarti  sungainya  dalam.
                  Permukaan  sungai  terlihat  biru,  bening,  memantulkan  cahaya  matahari.  Aku
                  mendongak.  Matahari  sudah  tergelincir  di  titik  tertingginya,








                                                                            http://cariinformasi.com
   262   263   264   265   266   267   268   269   270   271   272