Page 82 - BUMI TERE LIYE
P. 82
TereLiye “Bumi” 79
”Mana aku tahu.” Aku melotot ke Seli, menyuruh dia menyelesai kan
karangannya. Tidak usah membahas hal lain. Seli nyengir, balik lagi ke buku
PR. Hening sejenak.
”Gwi yeo wun, Ra,” Seli berbisik lagi.
”Apanya yang yeo wun?” Aku sebal menatap Seli—sejak ke-datangan
Ali, aku mudah sebal pada siapa saja.
”Benar kan yang kubilang, Ra.” Seli tersenyum lebar, matanya
bekerjapkerjap. ”Ali itu aslinya cute, gwi yeo wun. Dengan pakai-an rapi,
rambut disisir lurus, eh—”
”Kamu mau menyelesaikan PR atau tidak? Sudah hampir jam lima,
tahu.”
”Eh, iyaiya, ini juga lagi diselesaikan.” Seli kembali ke buku. ”Kamu
kenapa pula sensitif sekali, jadi mudah marah.”
Pukul setengah enam, Ali dan Seli pamit. Mama mengantar ke
halaman, bilang hati-hati di jalan. Aku masuk ke rumah setelah mereka naik
angkutan umum. Segera kubereskan piring dan gelas.
”Ternyata...” Wajah Mama terlihat menahan tawa, melangkah ke
dapur.
”Kalau Mama mau menggoda Ra, tidak lucu, Ma.” Aku cemberut
galak.
”Dia yang membuat kamu malu punya jerawat di jidat.” Mama tetap
tertawa. ”Dia tampan dan sopan sekali lho, Ra. Pantas saja.”
Aku hampir menjatuhkan piring. Pantas apanya?
***
Sore berlalu dengan cepat. Gerimis turun membungkus kota saat
lampu mulai dinyalakan satu per satu. Awan hitam ber-gelung memenuh i
setiap jengkal langit. Kilau tajam petir dan gelegar guntur menghiasi awal
malam.
http://cariinformasi.com