Page 77 - BUMI TERE LIYE
P. 77

TereLiye “Bumi” 74



                         Aku tertawa,  tidak  berkomentar,  memperhatikan  karyawan  toko   yang
                  akhirnya     bernapas      lega,   buru-buru      menaiki     mobil,    lantas    cepat
                  mengemudikan  mobil,  hilang  di kelokan  jalan.

                         Setidaknya,  selingan  menonton  mesin  cuci  baru  ditukar  mem-buat
                  rasa  penasaran  Seli  tentang  Miss  Keriting  berkurang  ba-nyak.  Kami  bisa
                  mulai  mengerjakan  PR bahasa  Indonesia,  mem-buat  karangan  dengan   jenis
                  persuasif  sebanyak  dua  ribu  kata.  Apalagi  saat  minuman  dan  makanan
                  diantar  Mama,  Seli  me-mutuskan  melupakan  Miss  Keriting.


                         Sayangnya,  baru  pukul  setengah  empat,  kami  baru  sepertiga  jalan
                  mengerjakan       PR,  bel  gerbang       depan    berbunyi     lagi.   Nyaring.    Aku
                  mendongak,  mengangkat  kepala.  Alangkah  banyaknya   orang   yang  bertamu
                  ke rumah  kami  hari  ini.  Ini sudah  keempat  kali-nya.  Seli  di sebelahku  masih
                  asyik  menuliskan  karangannya.

                         ”Biar  Mama  yang  buka,  Ra.”  Mama  yang  sedang  santai  me­nonton    di

                  ruang  tengah  sudah  beranjak  lebih  dulu  ke depan.  Aku   kembali  menat ap
                  buku  PR-ku.  Paling  juga  tetangga  sebelah,  perlu  sesuatu.  Atau  tukang
                  meteran  listrik,  PAM.  Atau  pedagang  keliling.

                         ”Selamat  siang,  Tante.”

                         Eh,  aku  mendongak  lagi.  Suara  itu  khas  sekali  terdengar—meski
                  jaraknya  masih  sepuluh  meter  dari  ruang  tamu.  Suara  yang  menyebalk an,
                  aku  kenal.  Mama  menjawab  salam.

                         ”Ra  ada,  Tante?”

                         Mama  mengangguk,  lalu  bertanya,  ”Ini  siapa  ya?”

                         ”Saya  teman  sekelas  Ra,  mau  ikutan  mengerjakan  PR  bahasa
                  Indonesia.”


                         Aku  langsung  meloncat  dari  posisi  nyaman  menulis.  Seli  yang  kaget
                  ikut  meloncat,  tanpa  sengaja  mencoret  buku  PR-nya,  me-natapku  sebal.
                  ”Ada  apa  sih,  Ra?”

                         Aku tidak  menjawab.  Aku sudah  bergegas  ke depan  rumah.  Seli  ikutan
                  keluar  rumah.  Sial!  Lihatlah,  Mama  bersama  tamu  keempat  sore    ini,  Ali  si
                  biang  keerok,  berjalan  menuju  kami.





                                                                            http://cariinformasi.com
   72   73   74   75   76   77   78   79   80   81   82