Page 23 - E-MODUL BERBASIS FLIPBOOK : PERAN TOKOH ULAMA DALAM PENYEBARAN ISLAM DI INDONESIA (METODE DAKWAH ISLAM OLEH WALI SONGO DI TANAH JAWA)
P. 23
Masyarakat Kudus saat itu masih banyak yang menganut kepercayaan Hindu-
Budha. Meski sebagian kecil sudah ada yang menganut agama Islam, namun
jumlahnya tidak sebanding. Hal tersebut mendasari Sunan Kudus untuk
mengembangkan ajaran toleransi beragama antara umat Islam dengan umat
Hindu-Budha. Sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan kepada umat
Hindu, pada saat hari raha Idul Adha Sunan Kudus tidak memperbolehkan umat
Islam untuk menyembelih sapi, hewan yang dianggap keramat dan suci bagi umat
Hindu. Hal tersebut rupanya justru menjadikan masyarakat Hindu menjadi
bersimpati, sehingga mereka benar-benar segan dan menaruh rasa hormat
kepada Sunan Kudus. Hal itulah yang kemudian sedikit demi sedikit membuat
umat Hindu dan Budha tertarik untuk mendalami Islam.
Selain menyampaikan ajaran dakwah kepada umat Hindu-Budha, Sunan Kudus
juga memperluas ajakannya kepada masyarakat yang masih menganut
kepercayaan lokal yaitu animisme dan dinamisme. Ia pun menggunakan cara yang
unik yaitu membangun pancuran wudu di Masjid Menara Kudus yang dibangunnya
dengan jumlah 8 (delapan) pancuran, dan di setiap atas pancuran diletakkan arca.
Hal itu dilakukan agar umat Budha yang sebelumnya tidak tertarik kepada agama
Islam pun menjadi terdorong hatinya untuk mempelajari agama Islam.
Sunan Kudus memahami bahwa ada 8 (delapan) ajaran pada agama Budha yang
dikenal dengan Asta Sanghika Marga, yang kemudian simbol jumlah 8 tersebut
dijadikan sebagai jumlah pancuran wudlu yang ia bangun. Asta Sanghika Marga
tersebut adalah :
1) Memiliki pengetahuan yang benar
2) Mengambil keputusan yang benar
3) Berkata yang benar
4) Bertindak yang benar
5) Hidup dengan cara yang benar
6) Bekerja dengan benar
7) Beribadah dengan benar
8) Menghayati agama dengan benar
Asta Sanghika Marga
(8 pancuran wudlu)
18