Page 25 - Peresmian IF Semarang
P. 25

sarana industri, pendaftaran produk obat, serta memberikan berbagai insentif dan pembinaan
               kepada pelaku usaha untuk dapat memenuhi persyaratan yang diperlukan.


               Berbagai kemudahan berusaha tersebut diapresiasi oleh Direktur Utama PT SRI M. Syamsul
               Arifin. Menurutnya, proses perizinan di Badan POM sangat cepat dan mudah. "Satu minggu

               setelah kami masukkan permohonan untuk dilakukan inspeksi Cara Pembuatan Obat yang
               Baik (CPOB), petugas Badan POM langsung datang untuk melakukan inspeksi. Kemudian
               satu minggu setelah inspeksi, ternyata sertifikat CPOB kami juga sudah ada. Sangat cepat,"

               ujarnya. Pada acara tersebut, Kepala Badan POM juga menyerahkan dua sertifikat kepada
               Direktur Utama PT SRI, yaitu sertifikat CPOB dan Nomor Izin Edar (NIE) untuk dua produk
               anti-retroviral impor produksi SRI, yaitu Telado dan Telavir. Keduanya merupakan obat HIV

               impor dari Mcleod. Telado merupakan obat baru dan sudah disetujui oleh USFDA. Dengan
               disetujuinya Telado di Indonesia, memberikan akses obat sesuai guideline WHO untuk pasien
               HIV di Indonesia.


               Harapannya, PT SRI akan banyak melakukan produksi lokal termasuk obat generik pertama
               yang merupakan transfer teknologi dari Mcleod. Dengan adanya obat generik pertama yang

               diproduksi lokal diharapkan akan menurunkan harga jual untuk konsumen sehingga pasien
               dapat membeli obat dengan harga terjangkau. Dan tentunya tidak hanya untuk memenuhi
               kebutuhan obat dalam negeri, tetapi juga untuk dapat dipasarkan hingga ke mancanegara.

               Untuk persiapan produksi lokal, saat ini SRI sedang melakukan trial guna mendapatkan data-
               data pendukung registrasi, yang akan siap dalam waktu dekat. Karena untuk dapat melakukan
               registrasi minimal harus tersedia data uji stabilitas produk selama 6 bulan.


               Beroperasinya  pabrik  farmasi  yang  memproduksi  obat  antiretroviral  (ARV)  di  Tambak  Aji,
               Semarang, memberi harapan baru bagi orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Selain menjamin

               ketersediaan obat di pasaran, juga menekan harga jualnya. Selama ini, Jawa Tengah masih
               sangat tergantung pada pasokan ARV dari luar negeri, sehingga harganya pun relatif mahal.
               Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyambut baik kehadiran pabrik farmasi ARV yang

               pertama di Indonesia ini. Dia berharap perusahaan yang bekerja sama dengan India ini juga
               bisa meriset lebih dalam semua penyakit yang diakibatkan oleh virus, termasuk Covid-2019
               yang  sedang  mewabah  di  dunia.  ”Kami  berterima  kasih  atas  kerja  samanya.  Tentu  ini

               pioneeringyang  sangat  bagus.  Obatnya  insya  Allah  bermanfaat  untuk  mereka  (ODHA),
               termasuk meriset lebih dalam untuk mengatasi virus-virus seperti Korona,” katanya dikutip dari

               situs resmi Pemprov Jateng.

               Jawa Tengah masuk lima besar provinsi dengan kasus HIV tertinggi di Indonesia setelah DKI
               Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat dan Papua. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI

               tahun 2012, data estimasi ODHA) di Jateng sebanyak 47.514 kasus. Pada 2016, jumlah ini
   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29   30